Mungkin anda tidak akan percaya jika diameter pohon foto disebelah kiri ini diameternya adalah sekitar 2 meter. Foto ini adalah bener adanya. Inilah pohon terbesar dan bernilai tinggi yang pernah kali aku lihat. Di Sungai Utik banyak sekali jenis pohon-pohon komersial yang aku temui selama memasuki kawasan hutan adat yang selalu mereka jaga.
Ini sudah cukup meyakinkan diriku bahwa hukum adat sebenarnya lebih efektif dalam menjaga kondisi hutan di Indonesia. Sudah banyak bukti bahwa sebenarnya orang-orang yang merusak dan menghancurkan hutan-hutan Indonesia adalah orang-orang yang berdedikasi tinggi, pintar dan bermodal. Intelektual, jabatan dan kekuasaan hanya digunakan untuk mengeruk isi bumi dan kekayaan alam lainnya untuk kepentingan pribadi dan bersifat sesaat. Sementara masyarakat sekitar hutan tetap miskin, tertinggal, dibodohi dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka seakan-akan lemah karena ketidaktahuan... Dan inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang berhati picik untuk menindas...
Itu hanya sekedar selingan kok, jangan terlalu dipikirkan.
Aku akan melanjutkan kembali tulisan mengenai Sei Utik. Selamat membaca...
Rumah Betang
Rumah betang atau rumah panjang adalah rumah pemukiman penduduk yang didalamnya terdapat beberapa keluarga dalam bilik-bilik. Rumah ini menjadi identitas adat dan harkat hidup masyarakat iban pada umumnya dimana kegiatan adat istiadat dan kehidupan sosial kesehariannya dilakukan. Kehilangan rumah ini mengartikan hilangnya akar budaya masyarakat setempat.
Di Kampung Sungai Utik terdapat rumah panjang yang terdiri dari dua puluh delapan bilik dengan panjang keseluruhan rumah panjang sekitar 180 meter. Setiap bilik dihuni rata-rata 2-4 KK yang dihuni secara terun-temurun dari keluarga pertama. Satu buah bilik yang ukurannya kurang lebih 6 x 15 m dibagi tiga buah ruangan besar. Bilik satu dengan bilik lainnya hanya dipisah dengan sehelai papan dan setiap sekatan dibuat pintu untuk akses keluar masuk antar bilik. Pintu antar bilik ini dulunya digunakan jika keadaan darurat misalnya diserang suku lain, kebakaran dan juga bisa melihat penghuni disebelah jika terjadi apa-apa.
Ada beberapa kategori bagian dalam rumah panjang. Pertama adalah tanjok, bagian paling depan sebelum kaki lima. Tanjok adalah tempat terbuka berukuran enam meter kali panjang rumah, biasanya digunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan kayu bakar. Kedua, kaki lima, merupakan bagian yang menyerupai teras yang berukuran sekitar satu meter kali panjang rumah. Biasanya digunakan sebagai tempat bersantai dipagi atau sore hari. Ketiga adalah ruang terbuka di depan bilik, memanjang mengikuti bentuk rumah dengan lebar sekitar 6 meter. Teras besar dan panjang di depan bilik ini menjadi setral aktivitas warga rumah panjang: tempat anak-anak bermain, remaja berkumpul, lelaki dewasa membahas masalah, wanita mengerjakan kegiatan keterampilan membuat tikar, keranjang dan perkakas rumah lainnya. Di teras ini juga terjadi transfer pengetahuan orang dewasa kepada anak-anak dalam suasana pertemuan keluarga yang santai yang hampir dilakukan setiap malam sebelum tidur. Selain itu juga teras ini menjadi tempat para pemuka adat melakukan rapat-rapat penting. Keempat, kamar atau bilek yang merupakan sebuah ruangan seluas 4 x 6 meter. Di sinilah para anggota keluarga tidur, tidak ada dipan atau tempat tidur, tetapi beberapa ruangan kecil dari kerudung kelambu berukuran tinggi-lebar-panjang 1x1x2 meter menjadi tempat tidur privat untuk tidur. Laki-laki dewasa menempati kamar di loteng, walaupun sering juga ada yang tidur bersama di ruang tidur keluarga. Kelima, dapur yang menyatu dengan ruang makan. Disini diletakkan tungku dan peralatan dapur; setelah makanan siap, dihidangkan dan disantap bersama di ruang ini. Keenam, bagian belakang, merupakan bagian tambahan berupa kamar mandi dan tempat cuci. Gudang beras dan peralatan pertanian biasanya disimpan di loteng, atau digantung di atas dapur.
Acara-acara adat di kampung ini juga dilakukan di rumah panjang. Ada beberapa acara adat yang dilakukan di rumah panjang, diantaranya; gawai (syukuran setelah panen), ngetas ulit (membuang pantang orang yang sudah mati), brungsur ja' mimpi (membuang pantang dari mimpi), bedukun (menyadarkan orang yang kemasukan/berobat), ngampun bedara' (upacara tolak bala'), ngampun tutup rumah (menutup seluruh rumah panjang secara adat). Menutup rumah panjang dilakukan jika ada yang meninggal secara aneh atau ada seekor burung tertentu yang melewati (masuk) rumah panjang, lamanya bisa tiga harian. Orang-orang tidak boleh keluar masuk rumah panjang.
Rumah panjang memiliki dua pintu utama di sebelah kanan dan kiri sebagai gerbang utama. Ketinggian rumah dan dua pintu gerbang ini berguna untuk mengantisipasi serangan musuh yang datang. Dalam kondisi damai sekarang, seperti di Sungai Utik, hampir disetiap bilik mempunyai tangga kecil untuk naik ke rumah panjang yang terletak di depan bilik.
Umur rumah panjang yang ada di Sungai Utik saat ini sudah dua puluh tujuh tahun. Rumah panjang yang ditempati sekarang merupakan rumah panjang yang keenam. Mereka dulunya selalu berpindah-pindah dan akan membangun rumah panjang untuk menetap walaupun tidak terlalu lama. Proses pembangunan rumah panjang mulai dari mengumpulkan bahan sampai menampakkan wujudnya seperti sekarang memakan waktu lima tahun lebih. Tiang-tiang utama rumah panjang terbuat dari kayu belian/kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) yang lebarnya antara 20-30 cm dengan ketebalan antara 5-10 cm. Jaman dahulu para tetua masyarakat Sungai Utik membuat tiang dengan menggunakan parang/golok. Dahulu mereka belum mengenal chainsaw untuk memotong dan membelah kayu ulin. Kayu ulin kebanyakan mereka cari didalam sungai. Kayu ulin yang sudah tumbang dan terendam atau terbawa air sungai mereka angkut dan dibawa ke kampung.
Saat ini untuk menemukan jenis kayu ulin disekitar kampung sudah sangat sulit karena sudah termasuk jenis kayu yang sangat langka. Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak bisa menambah bilik di rumah panjang jika keluarga mereka bertambah.
No comments:
Post a Comment