Tuesday, April 14, 2009

Libur Pemilu

Perjalanan saya kali ini adalah perjalanan untuk menikmati liburan, yaitu libur pemilu untuk legeslatif dan libur paskah. Lumayan bisa libur kerja selama empat hari. Mulai dari tanggal 9-12 April 2009. Karena dari dulu saya tidak tertarik dengan kampanye parpol dan pemilihan untuk legeslatif, ya saya memilih abstein dan menikmati liburannya saja :)

Perjalanan untuk berlibur memang sangat berbeda rasanya dengan perjalanan yang memang sudah menjadi kewajiban alias memang sudah kerjaan sehari-hari.

Saya dan my special one Sucie Ramadhanny (Uchie) menikmati liburan ini untuk mengunjungi kedua orang tuanya di Kuala Tungkal, Jambi. Sudah setahun lebih kedua orang tuanya dipindahtugaskan kesana. Karena Uchie belum pernah datang ke Jambi, maka kami merencanakan liburan kesana mumpung orang tuanya masih tinggal disana dan sebelum dipindahkan lagi ke daerah lain.

Perjalanan ke Jambi sebenarnya tidak direncanakan jauh-jauh hari karena Uchie memang masih belum pasti apakah tempat dia bekerja akan libur pada tanggal tersebut atau tetap masuk kerja. Beberapa hari sebelum berangkat baru bisa dipastikan kalo kantornya ternyata juga libur. Terpaksa saya buru-buru menelpon seseorang teman untuk memesankan tiket kami berdua pulang pergi ke Jambi. Thanks ya Funny for the ticket...


Kuala Tungkal

Saya memang sudah pernah ke Jambi sebelumnya yaitu tahun 2008. Tapi memang perjalanan saya waktu itu hanya sebatas Jambi, Sorolangun dan Muaro Bungo. Saya belum pernah ke Kuala Tungkal. Karena belum pernah ke Kuala Tungkal, saya sangat setuju jika liburan pemilu ini dihabiskan disana.

Setibanya di Bandara Sultan Thaha, Jambi kami berdua ternyata sudah dijemput oleh kedua orang tuanya Uchie. Kedua orang tuanya sudah tiba lebih dulu di bandara bersama dengan Ida, anak tetangga di Kuala Tungkal yang diajak ke Jambi. Ida masih sekolah kelas lima SD. Dari wajahnya yang selalu senyum dan ramah ini kelihatan klo dia anak yang rajin dan pintar.

Perjalanan dari Jambi ke Kuala Tungkal membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Kuala Tungkal yang termasuk kedalam Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini adalah sebuah kota yang berada di sebelah utara Jambi. Kota Kuala Tungkal berbatasan langsung dengan pantai. Kota kecil ini daratannya didominasi oleh rawa-rawa. Jadi tidak heran jika tiba di Kuala Tungkal, rumah-rumah penduduknya berada diatas rawa. Dan tidak heran juga jika berada disana kita mencium bau khas daerah yang berawa dan dekat dengan pantai.

Perjalanan menuju Kuala Tungkal menjadi lama karena kondisi jalan yang kecil dan banyak bagian-bagian jalan yang berlubang. Ketika akan memasuki kotanya, pas di gerbang selamat datang kita disuguhi kondisi jalan yang berlubang, lumpur dan becek kurang lebih sepanjang 50 meter. Benar-benar sambutan yang membuat kita yang pertama kali mengunjungi kota ini menjadi pesimis akan kota tersebut.

Kuala Tungkal adalah sebuah kota yang kecil dan unik. Unik karena hampir semuanya rawa dan kotanya hanya terpusat di satu tempat. Karena bentuk kotanya yang kotak-kotak maka tidak heran banyak sekali perempatan jalan dan gang-gang (mereka menyebutnya lorong) kecil di tengah kota ini. Bangunan yang dominan di Kota Kuala Tungkal adalah ruko-ruko untuk sarang burung walet. Jika kita perhatikan, bangunan rumah disini sepertinya sangat sederhana. Tapi jangan salah, membangun rumah disini tidaklah gampang. Membutuhkan banyak kayu untuk mendirikan rumah diatas rawa. Jika ingin menimbun semua rawa ini, dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Selama empat hari tiga malam disana saya cukup puas mengelilingi kota Kuala Tungkal. Pagi harinya sekiar jam setengah enam saya bersama dengan Uchie dan bapak jalan kaki mengelilingi kota. Pada pagi hari, suasana kota sudah ramai dengan orang-orang yang berjualan dan suara burung walet yang berterbangan. Ruko-ruko oleh para pemiliknya hanya ditempati di lantai bawah saja, sisanya yaitu lantai 2,3 dan ke-4 dibuat untuk sarang burung walet. Banyak juga bangunan ruko disini posisinya miring. Mungkin teras atau bangunan dasar ruko tidak kuat menahan bangunan yang bertingkat. Saya terkadang bertanya-tanya dalam hati, apakah orang ini tidak takut dengan kondisi bangunan yang miring seperti itu. Bagaimana jika nanti terjadi gempa seperti yang di Bengkulu, apakah bangunan ini cukup kuat menahan guncangan??

Jenis transportasi publik di kota ini adalah becak sepeda. Karena daerahnya dominan rata dan tidak ada tanjakan serta jarak kemana-mana tidak terlalu jauh. Jenis kendaraan roda empat sangat sedikit di kota ini. Lebih banyak sepeda dan motor. Pengemudi motor disini jarang sekali yang memakai helm pengaman. Bagi kita yang membawa kendaraan roda empat (mobil), memasuki kota ini kita tidak bisa menggunakan kecepatan tinggi dikarenakan sangat ramai sepeda dan motor yang lalu lalang. Juga kondisi jalannya yang kecil.

Disini kami juga melihat pelabuhan Kuala Tungkal dan Tungkal Ancol Beach. Ternyata di Tungkal juga ada Ancol. Entah mengapa pemerintah atau masyarakatnya menamakan Ancol Beach. Apa karena nge-fans sama keindahan Ancol atau berharap kondisi pantai di Tungkal bisa seperti Ancol. Perlu diketahui, pantai di sekitar pelabuhan Kuala Tungkal selalu berwarna keruh (coklat) dan tidak berpasir alias berlumpur. Apalagi disaat saya mengunjungi pelabuhan ini, kondisi awan mendung dan hitam. Jadi kesan yang saya dapatkan di pelabuhan ini adalah suram hehehe.... Foto yang saya dapatkan seperti foto pantai kematian. Seram :p

Ketika masuk ke Ancol Beach saya melihat beberapa anak muda sedang berkumpul dan main beberapa permainan. Ada yang main engkrang, bakia dan dagongan. Saya tertarik melihat mereka bermain dagongan. Permainan tradisional yang sangat sederhana. Alat permainannya hanya sebuah batang bambu yang ukurannya cukup besar (kira-kira sebesar kaki). Cara bermainnya, terdapat dua kelompok yang memegangi kedua ujung bambu. Setelah dikasih aba-aba, mereka saling dorong. Mana kelompok yang tidak kuat menahan dan mundur, kelompok itulah yang kalah. Permainan yang seru dan kocak. Anak-anak mudanya bermain dengan penuh canda dan ceria. Permainan ini baru sekali ini saya temui. Mungkin permainan khas Kuala Tungkal ??

Pada malam kedua, kami diajak oleh Bapak dan Ibu mencoba mencicipi makanan
sea food yang ada di Kuala Tungkal. Beliau mengajak kami makan di RM Sea Food “Nikmat”. Di rumah makan ini kami menikamati kerang, kepiting, cumi besar dan ikan goreng. Semua ikan, kepiting, cumi dan kerangnya masih segar dan baru. Selama ini saya yang tidak pernah mau makan kerang karena tahu bagaimana kondisi kerang yang ada di Jakarta dan Muara Angke. Disini setelah dipastikan segar, maka saya mencicipi masakan kerangnya. Ternyata enak dan nikmat sekali. Hhhmmm jadi kangen makan kerang disana lagi.



Sehari sebelum kami pulang, kami dikunjungi oleh teman lama yaitu Agus Findriawan. Teman kuliah di IPB sewaktu tingkat satu dan teman seangkatan di Lawalata IPB (Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam IPB). Beliau ini hanya satu tahun di IPB. Pada tahun kedua beliau memilih pindah jurusan dan pindah ke Unija, Jambi. Agus yang bulan depan pindah kerja ke Jakarta ini banyak bercerita tentang Kuala Tungkal dan Jambi. Membuat kami ingin kembali mengelilingi Kuala Tungkal. Bersama dengan beliau kami muter-muter di pasar BJ, sebuah pasar yang menjual barang-barang
second dari Singapura dan Batam. Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa disebut pasar BJ dan barang BJ. Tapi yang jelas dipasar ini banyak sekali barang-barang yang masih bagus yang dijual dengan harga murah. Mulai dari barang-barang elektronic (TV, kipas angin, vakumcleaner, lemari es), sofa, spring bed, pakaian, tas, boneka, alat fitnes, karpet/ambal, meja makan dan meja karja, sepeda dll. “Cocok nih En klo penganten baru belanja disini. Modal 10 juta saja rumahnya sudah bisa penuh dengan perabotan rumah tangga” ucap Agus kepada saya. “Hahaha... Iya nih, klo kesini lagi musti bawa truck” sayapun menimpalinya dengan tertawa.

Karena dari beberapa tahun yang lalu saya ingin sekali beli sepeda. Dan tabungan saya masih belum mencukupi untuk beli sepeda. Saat muter-muter di pasar BJ saya melihat tumpukan sepeda bekas. Saya pun iseng masuk dan tanya-tanya kepada sang penjual. Ternyata disini semuanya adalah sepeda-sepeda bekas dari Singapura. Berbagai macam jenis sepeda dijual disini. Mata sayapun tertuju pada sebuah tumpukan sepeda lipat yang ada dipojok toko. Sang penjual hanya mau melepas sepeda ini dengan harga 500 ribu rupiah. Semula harga sepeda ini 800 ribu rupiah. Di Bogor kisaran harga sepeda lipat ini barunya antara 2-3 juta rupiah. Akhirnya saya mengiyakan dan membeli sepeda ini.
Finally I have a bicyle. Walaupun bekas dan musti bawa dari Jambi. Walaupun pada awalnya saya ingin beli mountain bike bukan lipat bike hehehe...

Mengunjungi kota-kota kecil dan
stay beberapa hari di kota yang kita kunjungi ternyata sangat menyenangkan. Menikmati keunikan-keunikan yang ada di kota tersebut. Menikmati makanan-makanan atau masakan khas dan alami. Tak terasa liburan empat hari disana sudah habis dan musti balik lagi ke Bogor untuk kembali ke rutinitas sehari-hari. Suasana hati sudah lebih fresh dan pikiran yang sudah kembali fresh.

Terima kasih banyak Bapak dan Ibu. Terima kasih Agus. Semoga kedepan kita diberikan rezeki dan kesempatan untuk mengujungi kota-kota lainnya yang ada di nusantara ini. Amien.


Foto-foto lainnya bisa liat disini