Wednesday, October 28, 2009

Brebes Kota Telor Asin!!

Seminggu yang lalu saya berkesempatan untuk pergi ke Brebes, sebuah kota yang terletak dijalur Pantura. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, terkenal dengan telor asin dan juga kota penghasil bawang merah. Jika kita akan pergi Jogja, Semarang atau Solo melalui jalur darat kita pasti akan melewati kota ini.
Saya sebenarnya sudah beberapa kali melewati Brebes disaat akan pergi Solo dan ke Semarang. Tapi ya sekedar lewat. Tidak pernah mampir atau melihat lebih jauh seperti apa kota ini.

Saya dan beberapa teman berangkat ke Brebes menggunakan kereta dari stasiun kereta Gambir, Jakarta. Kebetulan kami mempunyai beberapa pekerjaan disana. Tentunya pekerjaan saya tidak lepas dari predikat kuli. Tepatnya kuli panggul. Tukang mangguli kamera. Sudah lama sekali saya tidak melakukan perjalanan jauh dengan kereta. Terakhir saya naik kereta ketika berangkat ke Surabaya bersama teman-teman kuliah pada tahun 2003. Itupun kereta ekonomi. Anda tentu bisa bayangkan bagaimana rasanya naik kereta ekonomi di negara kita ini.

Ketika berada di kereta dan duduk dengan nyaman didalam kereta, saya baru bisa merasakan ternyata berpergian dengan kereta itu sangat mengasyikkan dan nyaman. Apakah karena kereta ini kelas ekskutif atau apa ya?. Tapi yang jelas saya sangat menikmati perjalanan ke Brebes selama kurang lebih 5 jam tersebut. Sambil mendengarkan lagu di iPod, saya bisa melihat pemandangan sawah, orang membuat garam, sungai, perkampungan, kebun dan lain-lainnya sepanjang perjalanan. Saya jadi kepikiran untuk mencoba kembali naik kereta ke Surabaya tapi naik kelas ekskutif. Bagaimana rasanya. Apakah sama rasanya seperti dulu ketika saya bersama teman-teman kuliah naik kereta ekonomi ke Surabaya.

Brebes kota yang puanas dan ramai. Puanas mungkin karena berada di pinggir pantai. Ramai mungkin karena berada di jalur lintas, yaitu jalur pantura. Tapi siapa sangka kota yang hanya dilewati oleh orang yang ingin berpergian ke jawa bagian tengah dan timur ini menyimpan berbagai pesona. Terutama pesona untuk melakukan wisata kuliner.

Adalah Pak Jhoni Murahman, seorang dokter hewan lulusan FKH IPB angkatan 18 yang menemani saya untuk mencicipi beberapa makanan khas yang ada di Brebes. Senior yang satu ini memang T.O.P B.G.T. Baik banget dan bahkan kelewat baik. Menemani kami setiap kemana saja selama kami berada di Brebes.

Yang membuat saya terkagum-kagum plus geleng-geleng kepala adalah beliau sampai hafal lokasi-lokasi makanan enak di Brebes. Walaupun lokasinya terkadang tersebunyi dan jauh dari keramaian.

Hari pertama ketika kami nyampe kami langsung dibawa ke tempat jual sate blengong dan makan disana. Blengong adalah unggas hasil perkawinan antara itik dengan entok. Nah.. bingungkan sepertia apa bentuknya hehehe… Malamnya kami diajak ke Tegal untuk mencicipi bebek goreng yang terkenal di Tegal.

Pada malam hari keesokan harinya kami diajak untuk mencicipi Bandeng bakar lumpur di Pantai Randusanga, Brebes. Ikan bandeng ini sebelum dibakar seluruh tubuh ikan ditutupi lumpur tambak yang ada disekitar pantai. Saya awalnya sempat kaget, bagaimana makannya klo semuanya dilumuri lumpur. Tapi ketika selesai dibakar, lumpur tersebut akan mengering dan sebelum kita memakan ikannya, kulit ikan tersebut dikelupasi beserta dengan lumpur yang sudah mengering. “Rasa ikannya lebih original, karena kita tidak memberi bumbu apapun kecuali lumpur ini” kata yang jualan. Disajikan dengan cah kangkung, hmmm nikmat sekali makan malam dipinggir pantai. Nafsu makan saya pun menjadi bertambah.

Pada hari kedua, disaat makan siang. Beliau mengajak kami untuk mencicipi makanan yang cuma ada di Brebes dan terkenal di Brebes yaitu Blengong goreng di daerah Lembarawa. “Rumah makan ini tidak mengindahankan prinsip marketing. Karena lokasinya tersembunyi dan orang musti berjalan kaki masuk gang sekitar 100 m untuk menuju kesana” ungkap Pak Jhoni kepada kami. Ketika kami tiba disana, ternyata benar. Lokasinya berada disebuah pemukiman. Kendaraan musti diparkirkan dipinggir jalan dan kami musti berjalan kaki masuk gang kurang lebih 100 meter untuk menuju kesana. “Beneran nih ada tempat makan didalam?” ungkapku karena masih bingung dan ngga yakin ada tempat makan disana. Lokasinya pun hanya sebuah rumah biasa, yang tidak ada desain sama sekali untuk rumah makan. Hanya satu meja kecil yang terbuat dari kayu dan bangku panjang yang juga terbuat dari kayu, terletak didekat dapur.

Ternyata setelah kami tiba disana, sudah banyak yang antri untuk menunggu makan siang. Hampir semuanya berakaian dinas pegawai negeri. “Disini tempat makan favoritnya Pak Bupati. Bupati sering datang disini. Ini banyak ajudan-ajudannya yang makan disini” cerita Pak Jhoni sambil menunjuk beberapa tamu yang datang dan sambil bercerita menunggu makanan yang kami pesan tiba. Karena tidak ada meja dan kursi untuk menyantap makanan, tamu yang datang hanya duduk di teras rumah. Duduk di lantai kramik tanpa alas. Blengong goreng ini disajikan dengan sambal uleg, lalapan (kacang panjang, mentimun dan daun kemangi) bersama minuman teh poci. Ternyata bener. Makanannya memang enak dan lezat. Inilah mungkin alasannya kenapa banyak yang datang kesini, walaupun lokasinya tersembunyi dan musti jalan kaki menuju lokasinya. Orang yang makan pun hanya duduk diteras rumah sang pemilik tempat makan blengong goreng ini.

Disaat makan malam, saya diajak untuk mencoba makan malam di alun-alun Kota Brebes. Kami memarkirkan kendaraan kami disebuah rumah makan yang sederhana yang ada disana. Pak Jhoni memasankan kami sebuah makanan yaitu Lengko, sate kambing, hati goreng, telor rebus dan teh poci. Keesokan paginya (hari terakhir kami di Brebes) kami diajak untuk sarapan dengan Bogana (nasi kuning, ayam sayur, tempe bumbon, sambel pete, ikan teri, urap, tumis kacang, telor asin) dan minum teh poci. Lokasi tempat makanan ini juga di sebuah pemukiman dan masuk gang yaitu di daerah Gamprit, Pecinan. Dari luar ataupun orang yang tidak berasal dari sana tidak akan tahu kalo didalam gang tersebut ada yang menjual makanan. Seorang nenek yang sudah berjualan Bogana hampir 50 tahun lebih ini tidak pernah pindah dari lokasi dimana dia berjualan. Hanya di sebuah rumahnya yang kecil dan terkurung oleh beberapa rumah yang lain.

Ya.. itulah keunikan Pak Jhoni. Mencintai makan makanan khas Brebes. Klo ada tamu yang datang beliau selalu mengajak tamunya untuk mencicipi makanan-makanan khas Brebes. Beliau juga mengajak saya untuk melihat batik khas Brebes. Batik buatan tangan ini tidak dijual di pasar-pasar. Sang pemilik hanya menjualnya ditempat tinggalnya. Saya juga diajak untuk beli oleh-oleh telor asin, teh poci dan beberapa jajanan lainnya.

Lima menit sebelum kami naik kereta untuk pulang ke Jakarta, Pak Jhoni tiba-tiba datang dari rumahnya menemui kami di stasiun dan membawakan kami tahu genjrot. “Kalian sebelum pulang harus nyobain tahu getjrot. Enak ini, ngga pake pecin” ungkap pak Jhoni yang membuat saya kaget dan ngga habis pikir, kok bisa dia datang ke stasiun. Kami sudah mau berangkat ke Jakarta, kereta sebentar lagi sampai. Belum selesai saya berpikir dia sudah menghilang, dan tiba-tiba datang lagi membawakan semangkok sup buah. “Ini namanya sup buah, musti dicoba juga” tetap dengan semangatnya memberikannya kepada saya. “Walah pak, kok repot-repot begini, keretanya dah mau nyampe”. “Ngga papa, makan aja dulu sampe keretanya nyampe. Tadi saya telp dulu stasiunnya menanyakan apakah keretanya sudah berangkat atau belum. Karena belum berangkat, ya saya langsung kesini”. “Sampai segitunya pak” ugkapku sambil menghabisi makanannya dengan terburu-buru. Setelah kereta tiba Pak Jhoni mengantarkan kami naik kereta. Saya hanya bisa menjabat erat tangan beliau dan mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian dan kebaikkannya.

Sampai sekarang saya masih kangen dengan senyum khasnya Pak Jhoni. Melayani orang dengan setulus hati. Seorang bapak yang sangat-sangat baik dan menjadi suri tauladan. Terima kasih banyak Pak Jhoni atas kebaikannya. Semoga kita masih mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi. Klo Bapak ke Bogor, mungkin saya bingung harus mengajak wisata kuliner kemana karena saya tidak terlalu hafal lokasi-lokasi tempat makan makanan enak di Bogor. Mungkin bapak lebih hafal daripada saya karena bapak kan dulu juga pernah tinggal di Bogor walaupun pada tahun 80’an hehehe…

Thursday, October 22, 2009

Tour Java and First Guiding

Sudah lama sekali tidak update blog perjalanan ini. Bukannya saya tidak melakukan perjalanan dalam sebulan ini tapi dikarenakan sehabis melakukan perjalanan yang satu saya sudah musti siap-siap lagi untuk melanjutkan perjalanan yang lainnya. Gaya banget yak hehehe…

Kali ini saya mencoba menceritakan pengalaman saya yang baru pertama kali melakukan perjalanan yang konteknya adalah meng-guide orang luar (bule) untuk mengunjungi beberapa tempat di pulau jawa. Sempat nervous juga awalnya untuk menerima tawaran ini karena saya tidak punya pengalaman menjadi guiding. Melakukan perjalanan dengan orang luar sih sering, tapi konteknya adalah melakukan pekerjaan.

Berikut saya coba ceritakan pengalaman pertama saya menjadi guiding alias tukang pemandu wisata.

Awalanya saya mendapat email dari seorang teman yang menceritakan klo temannya dari Belanda bersama keluarganya ingin melakukan perjalanan ke Indonesia. Si bule ini ingin melakukan perjalanan napak tilas keluarga besarnya yang dulu pernah tinggal di Indonesia. Beberapa puluh tahun yang lalu sewaktu jaman penjajahan Belanda. Dua orang adiknya bahkan lahir di Probolinggo dan Banjarmasin. Ibunya lahir di Solo dan sempat bekerja sebagai suster di Semarang yaitu di rumah sakit Williem Boot. Sejak Indonesia merdeka dan mereka baru berumur sekitar 5 tahun mereka diajak oleh orang tuanya untuk pulang ke Belanda. Nah dari umur lima tahun sampai dengan kemaren itu mereka tidak pernah lagi datang ke Indonesia. Dan mereka juga tidak ingat lagi Indonesia itu seperti apa bentuknya dan bagaimana masyarakat dan budayanya.

Kebetulan saat libur lebaran kemaren saya tidak mudik, maka saya menerima tawaran tersebut dan hanya bilang “maaf saya belum pernah jadi guide, semoga saya bisa melakukan yang terbaik”. Alhasil berangkatlah saya bersama mereka untuk menemani mereka melakukan perjalanan tour jawa selama 10 hari (18-29 September 2009). Lokasi yang akan kami kunjungi adalah Yogyakarta, Solo, Tawangmangu, Semarang, Surabaya dan Probolinggo. Tiket pesawat saya PP ditanggung dan selama perjalanan melalui darat sudah disiapkan mobil plus drivernya.

Jumlah tamu yang saya temani adalah berjumlah empat orang. 2 orang suami istri yaitu Frederik Van Leeuwen dan Maria Van Leeuwen serta dua orang adik perempuannya yaitu Gezina Vanriemsdijk dan Henriette Vanriemsdjik. Jadi bersama dengan seorang driver kami melakukan tour jawa.

Dikarenakan alasan akan memakan space yang cukup banyak jika saya ceritakan semua dan detail mengenai per-lokasi yang kami kunjungi, maka saya tidak akan menceritakan detail perjalanannnya. Lokasi yang kami kunjungi cukup banyak, jadi saya cukup menceritakan lokasi apa saja yang kami kunjungi disetiap kota yang kami datangi dan dimana kami menginap.

Ada beberapa hal yang cukup penting dan juga pelajaran yang saya dapatkan dalam perjalanan ini. Yaitu bagaimana memanage suatu perjalanan dan bagaimana bisa meyakinkan sang tamu. Pelajaran ini saya dapatkan dari Fred. Saya berterima kasih sekali ke beliau, beliau mau berbagi ilmu dalam memanagement sebuah kegiatan perjalanan ataupun sebuah aktivitas. Beliau juga mengerti klo saya masih butuh banyak training dan beliau juga memahami klo saya nantinya masih banyak terdapat kekurangan dalam menemani perjalanan-perjalanan mereka. Catatan ini mungkin juga bermanfaat buat teman-teman semua yang ingin menjadi guide dan untuk menetapkan rate disaat anda diminta menjadi guide. Mungkin anda bisa memberikan tawaran kepada mereka seperti yang Fred sampaikan kepada saya sewaktu kami berdiskusi di Jogja untuk membayar fee saya untuk perharinya selama menemani mereka. Lokasi dan tujuan kunjungan bisa dirubah berdasarkan agenda tamu yang akan kalian temani. Berikut adalah catatannya:

What's in it for me? (for visitor)

Added value o the guide
  • To easily (re-)find and visit mother Toet's places, that we want to see in Solo and Semarang.
    *Make sure beforehand that the driver knows the places and where to find these, or has figured out in advance.
  • To really get to know the country and it's people; to be led to the real authentic places, instead of doing the standard tourist routine. E.g. if we want to go to an Gamalan performance, we prefer to see one where the locals go.
    *To be aware of what this group of travelers would really like.
    *To have a general vision on what it is, that make tourists feel they are experiencing the authentic country, culture and people (e.g. Indonesia still being seen as the land of Carbau and ricefield).
    *Avoid this becoming a 'performance by locals'.
    *To inform yourself in advance for each location, what of such options it might offer.
    *Be aware that authentic for ladies often also means 'finding the real nice shop or market and purchases', men might be more interested in sports, armies, politics & history, etc. (Although Fred might like to fine some good quality Java cigars). Both might like experiencing 'how the locals live', in the city and on the countryside. If you get them invited for a Tubruk and a chat: fine.
    *To explain options just before arrival, so Fred & ladies can choose and make a plan with you.
    *To find out more, once on location.
  • To be protected against locals trying to sell us things or services against our will.
    *To be always at the place where this I likely to happen (front of group),
    *To be constantly aware of such locals in the immediate surrounding.
    *To be very visible, so such locals will be reluctant to approach the group.
    *To inform the group beforehand when entering such an area, e.g. a 'museum' shop and to brief them what to do and what not to do
  • To avoid loss of our time by having to search or by having to wait when a time has been agreed.
    *Make sure that any information has been gathered before you need it.
    *Watch the time, it is always better to be earlier then later (as long as you have the politeness not to intrude on other activities the group might be doing and have the patience to wait for them at a decent distance, so they will not feel rushed).
  • To organize the things that need to be organized with the driver or car.
    *Plan ahead, be pro-active.
    *Convince yourself that the driver is doing that as well.
  • To be able to communicate to locals, where we want to.
    *Be alert of where this need arises, or where it could provide a good opportunity for authentic contact.
    *Be the middleman and translator.
    *Be aware that communication is not only verbal, each culture has different meanings for hand movements, for somefacial expressions, etc.
  • To go home with nice photographs.
    *Be attentive when people want to make photograph.
    *Help them especially when you notice they appreciate being on the photograph with the whole group.
    *Perhaps even, let them look by themselves while you are making some professional photographs.
  • To have confidence in guide, he should appear skilled and professional.
    *Show self certainty and decisiveness, this is a lot easier when well prepared.
    Avoid having to ask others for information (a guide is supposed to know everything). If you really have to, avoid that your group will see it.
    *Keep a bit at some distance, while not becoming impersonal (being personal is one of the great Indonesian habits, but it can be too much for some people; always be sensitive to that).
    *Read about other cultures so you get to know their habits, (and if possible: travel yourself).
  • To avoid going where we should not want to be going (unsafe places, or unsafe places after dark).
    *To be well-informed about such places and times.
    *To take steps if the group seems to be going there.
  • To relief people of the care for their luggage.
    *To assist in loading & unloading luggage, where necessary in getting it to rooms.
    *To keep an eye on the luggage, at all times when this is potentially exposed. Or ensure the driver does that.
  • To keep together the party, making sure no-one stays behind or gets lost.
    *To look back over shoulder while guiding, to constantly make sure that everybody is still there and to be able to wait if some-one gets distracted.
  • To help prevent undesired things, that the tourist may not be aware off.
    *E.g., tell him how to cross street, with left-driving traffic, how to be careful with the insects, never walk barefooted outside, or at night in his bedroom (scorpions), or any other danger you as a locals knows of.
  • To help in cases of emergency or with other unexpected challenges.
    *Be aware where to find a doctor rapidly, or how to get a patient quickly to the right hospital.
    *Other events, e.g. need medicine, car braking down, road accident, hotel overbooked, flight cancelled.

    Note: In the end, if you are serious about your ambition to make money out of the tourist industry next to your main job, you should perhaps focus on your unique combination of skills: forestry, photography & documentary making, language skill, being in a network of ecological people, being close to ecological projects or etc.

Nah, itulah kurang lebih hasil training kilat saya dengan Fred disuasana pagi yang cerah di sebuah Hotel di Jogja. Semoga catatan-catatan yang kami bikin ini bisa menjadi referensi teman-teman semua ketika akan melakukan perjalanan yang berhubungan dengan guiding.

Berikut nama-nama hotel tempat kita menginap ketika mengunjungi beberapa kota:
  1. Yogyakarta
    Dusun Jogja Village Inn
    Jl. Menukan 5, karankajen, Yogyakarta
    Tlp 0274-373031
  2. Solo/Surakarta
    Lor'in
    Jl Adisucipto 47, Solo
    Tlp 0271-724500
  3. Tawangmangu
    Hotel Komajaya Komaratih
    Jln Raya Lawu
    Tlp 0271-697125
  4. Semarang
    Metro Hotel
    Jln Haji Agnus Salim 2-4, Semarang
    Tlp 0243-547371
  5. Surabaya
    Equator Hotel
    Jln Pakis Argosari 47, Surabaya (Depan Sangrila Hotel, Jalan Mayjen Sungkono)
    Tlp 0315-687170
  6. Probolinggo (Bromo)
    Java Banana Bromo Hotel
    Jln Raya Bromo/Wonotoro, Sakapura
    Tlp 0335-541193

Alhamdulillah selama perjalanan selama 10 hari tersebut perjalanan kami lancar. Perjalanan dimulai dari Yogyakarta (3 malam di Yogyakarta)-Solo (2 malam)-Tawangmangu (1 malam)-Semarang (1 malam)-Surabaya (1 malam)-Probolinggo (1 malam)-Surabaya (1 malam). Tujuan mereka untuk melihat tempat ibunya lahir, bekerja dan juga tempat mereka lahir berhasil kami temui. Catatan lokasi-lokasi yang mereka bawa dari Belanda berdasarkan cerita ibunya berhasil kami temui. Mereka sekeluarga sangat senang bisa menemukan dan melihat tanah kelahiran ibunya dan tanah kelahiran mereka. Banyak pengalaman yang mereka dapatkan. Dan tentu saja lebih banyak lagi pengalaman yang saya dapatkan. Terima kasih kepada semua rekan yang membantu mulai dari persiapan sampai dengan berakhirnya perjalanan saya membawa tamu saya.

Special thanks to Rita Mustika Sari for recomedate person-nya, Suci Ramadhanny atas persetujuaannya tidak lebaran bareng, Guntur Kuriawan (Yogyakarta) atas penujuk jalan di Yogyakarta, Annas R Syarif dan Joko Tool ketika berada di Solo, Mas Supri atas good driver-nya, Amelia Marihesya "Echa" atas penunjuk jalan di Surabaya dan rekomendasi restauran korea, Mas Arif (Luamajang) dan Hari Kikuk (Bogor) atas penunjuk jalan di Probolinggo, Ramadian Bachtiar (Bogor) untuk teman berdiskusi dan sharing, Willis Juharini (Bogor) atas masukan dan rekomendasi kendaraan. Dan semua rekan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Special thanks also fo Fred and family.
Thanks for trust me for guide you all. Thanks Bapak.
I have new family in Holland now :)
Hope someday I can go to Holland and meet you there. Amien.


Another fotos can see this link