Seminggu yang lalu saya berkesempatan untuk pergi ke Brebes, sebuah kota yang terletak dijalur Pantura. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, terkenal dengan telor asin dan juga kota penghasil bawang merah. Jika kita akan pergi Jogja, Semarang atau Solo melalui jalur darat kita pasti akan melewati kota ini.
Saya sebenarnya sudah beberapa kali melewati Brebes disaat akan pergi Solo dan ke Semarang. Tapi ya sekedar lewat. Tidak pernah mampir atau melihat lebih jauh seperti apa kota ini.
Saya dan beberapa teman berangkat ke Brebes menggunakan kereta dari stasiun kereta Gambir, Jakarta. Kebetulan kami mempunyai beberapa pekerjaan disana. Tentunya pekerjaan saya tidak lepas dari predikat kuli. Tepatnya kuli panggul. Tukang mangguli kamera. Sudah lama sekali saya tidak melakukan perjalanan jauh dengan kereta. Terakhir saya naik kereta ketika berangkat ke Surabaya bersama teman-teman kuliah pada tahun 2003. Itupun kereta ekonomi. Anda tentu bisa bayangkan bagaimana rasanya naik kereta ekonomi di negara kita ini.
Ketika berada di kereta dan duduk dengan nyaman didalam kereta, saya baru bisa merasakan ternyata berpergian dengan kereta itu sangat mengasyikkan dan nyaman. Apakah karena kereta ini kelas ekskutif atau apa ya?. Tapi yang jelas saya sangat menikmati perjalanan ke Brebes selama kurang lebih 5 jam tersebut. Sambil mendengarkan lagu di iPod, saya bisa melihat pemandangan sawah, orang membuat garam, sungai, perkampungan, kebun dan lain-lainnya sepanjang perjalanan. Saya jadi kepikiran untuk mencoba kembali naik kereta ke Surabaya tapi naik kelas ekskutif. Bagaimana rasanya. Apakah sama rasanya seperti dulu ketika saya bersama teman-teman kuliah naik kereta ekonomi ke Surabaya.
Brebes kota yang puanas dan ramai. Puanas mungkin karena berada di pinggir pantai. Ramai mungkin karena berada di jalur lintas, yaitu jalur pantura. Tapi siapa sangka kota yang hanya dilewati oleh orang yang ingin berpergian ke jawa bagian tengah dan timur ini menyimpan berbagai pesona. Terutama pesona untuk melakukan wisata kuliner.
Adalah Pak Jhoni Murahman, seorang dokter hewan lulusan FKH IPB angkatan 18 yang menemani saya untuk mencicipi beberapa makanan khas yang ada di Brebes. Senior yang satu ini memang T.O.P B.G.T. Baik banget dan bahkan kelewat baik. Menemani kami setiap kemana saja selama kami berada di Brebes.
Yang membuat saya terkagum-kagum plus geleng-geleng kepala adalah beliau sampai hafal lokasi-lokasi makanan enak di Brebes. Walaupun lokasinya terkadang tersebunyi dan jauh dari keramaian.
Hari pertama ketika kami nyampe kami langsung dibawa ke tempat jual sate blengong dan makan disana. Blengong adalah unggas hasil perkawinan antara itik dengan entok. Nah.. bingungkan sepertia apa bentuknya hehehe… Malamnya kami diajak ke Tegal untuk mencicipi bebek goreng yang terkenal di Tegal.
Pada malam hari keesokan harinya kami diajak untuk mencicipi Bandeng bakar lumpur di Pantai Randusanga, Brebes. Ikan bandeng ini sebelum dibakar seluruh tubuh ikan ditutupi lumpur tambak yang ada disekitar pantai. Saya awalnya sempat kaget, bagaimana makannya klo semuanya dilumuri lumpur. Tapi ketika selesai dibakar, lumpur tersebut akan mengering dan sebelum kita memakan ikannya, kulit ikan tersebut dikelupasi beserta dengan lumpur yang sudah mengering. “Rasa ikannya lebih original, karena kita tidak memberi bumbu apapun kecuali lumpur ini” kata yang jualan. Disajikan dengan cah kangkung, hmmm nikmat sekali makan malam dipinggir pantai. Nafsu makan saya pun menjadi bertambah.
Pada hari kedua, disaat makan siang. Beliau mengajak kami untuk mencicipi makanan yang cuma ada di Brebes dan terkenal di Brebes yaitu Blengong goreng di daerah Lembarawa. “Rumah makan ini tidak mengindahankan prinsip marketing. Karena lokasinya tersembunyi dan orang musti berjalan kaki masuk gang sekitar 100 m untuk menuju kesana” ungkap Pak Jhoni kepada kami. Ketika kami tiba disana, ternyata benar. Lokasinya berada disebuah pemukiman. Kendaraan musti diparkirkan dipinggir jalan dan kami musti berjalan kaki masuk gang kurang lebih 100 meter untuk menuju kesana. “Beneran nih ada tempat makan didalam?” ungkapku karena masih bingung dan ngga yakin ada tempat makan disana. Lokasinya pun hanya sebuah rumah biasa, yang tidak ada desain sama sekali untuk rumah makan. Hanya satu meja kecil yang terbuat dari kayu dan bangku panjang yang juga terbuat dari kayu, terletak didekat dapur.
Ternyata setelah kami tiba disana, sudah banyak yang antri untuk menunggu makan siang. Hampir semuanya berakaian dinas pegawai negeri. “Disini tempat makan favoritnya Pak Bupati. Bupati sering datang disini. Ini banyak ajudan-ajudannya yang makan disini” cerita Pak Jhoni sambil menunjuk beberapa tamu yang datang dan sambil bercerita menunggu makanan yang kami pesan tiba. Karena tidak ada meja dan kursi untuk menyantap makanan, tamu yang datang hanya duduk di teras rumah. Duduk di lantai kramik tanpa alas. Blengong goreng ini disajikan dengan sambal uleg, lalapan (kacang panjang, mentimun dan daun kemangi) bersama minuman teh poci. Ternyata bener. Makanannya memang enak dan lezat. Inilah mungkin alasannya kenapa banyak yang datang kesini, walaupun lokasinya tersembunyi dan musti jalan kaki menuju lokasinya. Orang yang makan pun hanya duduk diteras rumah sang pemilik tempat makan blengong goreng ini.
Disaat makan malam, saya diajak untuk mencoba makan malam di alun-alun Kota Brebes. Kami memarkirkan kendaraan kami disebuah rumah makan yang sederhana yang ada disana. Pak Jhoni memasankan kami sebuah makanan yaitu Lengko, sate kambing, hati goreng, telor rebus dan teh poci. Keesokan paginya (hari terakhir kami di Brebes) kami diajak untuk sarapan dengan Bogana (nasi kuning, ayam sayur, tempe bumbon, sambel pete, ikan teri, urap, tumis kacang, telor asin) dan minum teh poci. Lokasi tempat makanan ini juga di sebuah pemukiman dan masuk gang yaitu di daerah Gamprit, Pecinan. Dari luar ataupun orang yang tidak berasal dari sana tidak akan tahu kalo didalam gang tersebut ada yang menjual makanan. Seorang nenek yang sudah berjualan Bogana hampir 50 tahun lebih ini tidak pernah pindah dari lokasi dimana dia berjualan. Hanya di sebuah rumahnya yang kecil dan terkurung oleh beberapa rumah yang lain.
Ya.. itulah keunikan Pak Jhoni. Mencintai makan makanan khas Brebes. Klo ada tamu yang datang beliau selalu mengajak tamunya untuk mencicipi makanan-makanan khas Brebes. Beliau juga mengajak saya untuk melihat batik khas Brebes. Batik buatan tangan ini tidak dijual di pasar-pasar. Sang pemilik hanya menjualnya ditempat tinggalnya. Saya juga diajak untuk beli oleh-oleh telor asin, teh poci dan beberapa jajanan lainnya.
Lima menit sebelum kami naik kereta untuk pulang ke Jakarta, Pak Jhoni tiba-tiba datang dari rumahnya menemui kami di stasiun dan membawakan kami tahu genjrot. “Kalian sebelum pulang harus nyobain tahu getjrot. Enak ini, ngga pake pecin” ungkap pak Jhoni yang membuat saya kaget dan ngga habis pikir, kok bisa dia datang ke stasiun. Kami sudah mau berangkat ke Jakarta, kereta sebentar lagi sampai. Belum selesai saya berpikir dia sudah menghilang, dan tiba-tiba datang lagi membawakan semangkok sup buah. “Ini namanya sup buah, musti dicoba juga” tetap dengan semangatnya memberikannya kepada saya. “Walah pak, kok repot-repot begini, keretanya dah mau nyampe”. “Ngga papa, makan aja dulu sampe keretanya nyampe. Tadi saya telp dulu stasiunnya menanyakan apakah keretanya sudah berangkat atau belum. Karena belum berangkat, ya saya langsung kesini”. “Sampai segitunya pak” ugkapku sambil menghabisi makanannya dengan terburu-buru. Setelah kereta tiba Pak Jhoni mengantarkan kami naik kereta. Saya hanya bisa menjabat erat tangan beliau dan mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian dan kebaikkannya.
Sampai sekarang saya masih kangen dengan senyum khasnya Pak Jhoni. Melayani orang dengan setulus hati. Seorang bapak yang sangat-sangat baik dan menjadi suri tauladan. Terima kasih banyak Pak Jhoni atas kebaikannya. Semoga kita masih mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi. Klo Bapak ke Bogor, mungkin saya bingung harus mengajak wisata kuliner kemana karena saya tidak terlalu hafal lokasi-lokasi tempat makan makanan enak di Bogor. Mungkin bapak lebih hafal daripada saya karena bapak kan dulu juga pernah tinggal di Bogor walaupun pada tahun 80’an hehehe…
Wednesday, October 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
:)) Kalo Een mana tau tempat akan enak.. Wong makannya cuma terong dan minuman penyegar wkwkwkkwkwkwkw ;p
ReplyDeleteMungkin kalo disuruh nunjukkin 1 tempat, dia bisa.. Rumah makan Padang! :D
Vidya: Husss... jangan buka rahasia gitu donk :P
ReplyDeletePan malu sama khlayak ramai hehehe...