Pada tanggal 3-7 November 2009 saya berkesempatan kembali lagi ke Sumber Jaya, Lampung Barat. Ini adalah kesempatan yang ketiga kalinya saya mengunjungi daerah tersebut. Daerah yang sejuk dan menyimpan banyak potensi alam.
Kunjungan saya yang ketiga ini adalah untuk melihat dan merekam sebuah pertukaran imbal jasa lingkungan antara masyarakat lokal dengan PLTA Way Besai. Imbal jasa ini berikan karena masyarakat disalah satu kampung bersedia untuk menghijaukan kembali lahan mereka dan bersedia untuk mengurangi erosi dan sedimentasi dikawasan hulu sungai agar pasokan air untuk PLTA tetap terjaga dan sedimentasi di bendungan PLTA Way Besai dapat dikurangi.
Kampung yang menerima imbal jasa ini adalah Dusun Buluh Kapur, Pekon Gunung Terang, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat. PLTA Way Besai memberikan sebuah mesin microhydro berkapasitas 5000 Am untuk membantu penerangan sekitar 40 KK di kampung tersebut. Dengan difasilitasi oleh ICRAF, kegiatan yang sudah lama direncanakan ini akhirnya bisa direalisasikan.
Bagi saya pribadi ini merupakan sebuah kesepakatan awal yang baik. Dimana masyarakat lokal diajak dan dilibatkan oleh lembaga ataupun perusahaan dalam menjaga lingkungan disekitar mereka. Sehingga hasilnyapun sama-sama menguntungkan.
Bagi PLTA Way Besai, keberadaan sedimentasi menjadi ancaman yang sangat besar terhadap debit air untuk menggerakkan turbin. Akbibat adanya lumpur turbin juga sering tidak beroperasi karena rusak. Tak jarang hanya satu turbin yang dijalankan. Kapasitas PLTA Way Besai saat ini adalah 2 x 45 MW. Biaya yang diperlukan untuk pengerukan lumpur yang ada didalam sungai juga sangat besar. Dulu biasanya pengerukan dilakukan sekali dalam 1 tahun, sekarang harus dilakukan 2-3 kali dalam setahun. Volume endapan lumpur bisa mencapai 2000 meter kubik.
Para petani yang tergabung dalam Kelompok Peduli Sungai yang seluruh anggotanya adalah warga dari Dusun Buluh Kapur, melakukan beberapa metode dan teknik didalam berladang di kawasan hulu sungai. Mulai dari menanam strip rumput yaitu rumput sataria dibawah tajuk-tajuk pohon kopi milik mereka, membuat lobang-lobang angin atau dalam bahasa setempat disebut ‘rorak’, dibeberapa tempat mereka juga membuat guludan agar lapisan tanah bagian atas, lapisan tersubur tidak terbawa air hujan. Tidak lupa mereka juga membangun cek damm di parit pinggir kebun mereka sebagai penahan aliran air.
Pengetahuan tentang cara mengurangi laju erosi dengan berbagai teknik konservasi lahan sudah lama diketahui petani Buluh Kapur. Pembuatan cek dam maupun penanaman rumput menjadi lebih intensif ketika mereka membentuk kelompok peduli sungai.
“Tanam rumput ini selain untuk menangkal erosi juga bisa untuk makan kambing, jadi saya tidak perlu jauh-jauh lagi mencari makanan ternak saya. Tujuan sebenarnya adalah menangkal erosi. Kalau hujan, tanah di kebun tergerus. Barisan rumput ini saya buat untuk menahan tanah agar tak terbawa air.” Ungkap Darsono, Ketua Kelompok Petani Peduli Sungai yang saat ini memiliki 21 ekor kambing etawa.
“Saya punya 21 ekor kambing. Gak perlu cemas mereka kelaparan. Walau seharian ikut royongan di kampung, rumput selalu ada. Mencarinyapun tidak jauh, cukup ke kebun dekat rumah” lanjutnya senang.
Dengan luas yang mencapai 44 ribu hektar, DAS Besai memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Lampung Barat. Dalam kesepakatan, disebutkan bahwa PLTA akan memberikan imbalan apabila target penurunan sedimen dapat tercapai. Salah satu komponen yang penting dalam kesepakatan tersebut adalah monitoring – pemantauan lingkungan. Disepakati anggota kelompok dilibatkan dalam pengambilan sampel air sungai sementara staf hidrologi ICRAF diminta bantuan untuk melakukan penghitungan.
“Walaupun hasil tidak mencapai 30%, kami sangat menghargai keseriusan petani dalam melaksanakan perjanjian. Direksi PLN sudah memutuskan untuk tetap memberikan kincir sebagai bentuk penghargaan kami.” Ungkap Antono, Manajer PLN wilayah SUMBAGSEL.
“Kami membentuk kelompok ini sebagai jawaban atas permintaan kerjasama dengan PLTA Way Besai. PLTA sering mengeluh karena dam penampungan airnya cepat dangkal tertimbun kiriman lumpur dari hulu.” Jelas Pak Darsono.
Saya sangat mengagumi kekompakkan masyarakat yang ada di Dusun Buluh Kapur ini. Negosiasi yang layak ditiru oleh masyarakat lainnya dalam hal imbal jasa lingkungan. Tentu saja konsepnya tidak harus sama. Yang penting adalah tujuannya sama yaitu sama-sama menjaga lingkungan sekitar dan sama-sama menguntungkan (mutualisme). Seperti yang terjadi dikampung ini, mereka bisa mengubah lumpur menjadi listrik :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment