"Dari Bengkulu ya?? yang kemaren kena gempa itukan? Gimana kabar keluarga disana?". Itulah pertanyaan yang selalu di lontarkan orang-orang disaat aku mengunjungi suatu daerah dan memperkenalkan diriku serta daerah asalku ataupun bertemu dengan teman-teman kerja/kuliah. Bengkulu menjadi terkenal dengan adanya gempa yang merupakan salah satu gempa terbesar di Indonesia ini. Semua orang jadi tahu Bengkulu. Ingat betul disaat aku masuk kuliah dulu, disaat belanja disebuah swalayan seorang ibu bertanya darimana asalku, "saya dari Bengkulu bu". "Bengkulu?. Bengkulu itu di Kalimantan ya?" ibu itu kembali bertanya kepadaku. "Bukan bu, Bengkulu itu disebelahnya Lampung, dekat Palembang" jawabku spontan sekaligus jengkel karena kota kelahiranku ternyata ada juga orang yang ngga tahu dimana lokasinya.
Jika mengingat pertanyaan ibu itu sekarang aku menjadi tersenyum sendiri. Sekarang pertanyaannya pun berbeda. Semua orang tahu Bengkulu. Mungkin ada hikmahnya juga dengan adanya gempa di Bengkulu pikirku dalam hati.
Tanggal 8 Oktober 2007 aku pulang ke Bengkulu. Setiap tahunnya, suasana lebaran akan lebih meriah jika dirayakan di kampung bersama keluarga. Selain pulang merayakan lebaran aku juga ingin melihat secara langsung kondisi Bengkulu pasca gempa tanggal 12 Septemer 2007. Dikarenakan pesawatku delay hampir satu jam, saat tiba di Bengkulu aku sudah ketinggalan mobil yang menuju Arga makmur, 74 Km sebelah utara Kota Bengkulu. Pesawatku baru take off kurang lebih pukul 16.00 WIB. Saat tiba di terminal sungai hitam, jam yang melekat ditanganku sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Walhasil, setelah buka puasa aku duduk termenung sendiri memikirkan bagaimana caranya aku sampai dirumah. Untungnya malam itu ada sepupuku yang mau menjemputku diterminal.
Kerusakan ternyata di luar dugaanku...
Setelah istirahat selama satu hari dirumah, hari rabu tanggal 10 Oktober 2007 dengan sepeda motor kepunyaan bapakku aku langsung menuju Lais, yang katanya merupakan daerah yang menjadi pusat gempa di Bengkulu. Rute yang aku ambil dari perjalanan ini adalah Arga Makmur-Lais-Kota Agung-Bengkulu.
Setelah mendapat informasi dari beberapa teman, sanak saudara dimana saja lokasi yang terparah akibat gempa, aku langsung menuju lokasi-lokasi yang disebutkan. Pertama sekali yang aku lakukan adalah mengelilingi Kota Arga Makmur. Di Arga Makmur aku melihat beberapa bangunan yang hancur/rusak parah dan rumah-rumah yang retak-retak. Salah satu bangunan baru yang rusak parah adalah dealer YAMAHA yang baru ditempatin sekitar dua bulan sebelum gempa.
Sekitar lima menit perjalanan menggunakan sepeda motor, aku tiba di Desa Taba Baru. Yang menarik sekaligus membingungkan orang-orang disana adalah tanah longsor. Tanah longsor yang terjadi didesa ini bukan longsor seperti biasanya, tetapi tanah yang longsor tersebut bisa bergerak alias bergeser sejauh kurang lebih 200 meter menjauhi tebing yang longsor tersebut. Lahan pertanian penduduk yang ditanami cokelat dan kopi serta lahan persawahan yang berada disekitar tanah longsor rata tertimbun tanah. Diperkirakan kedalaman tanah yang menutupi lahan pertanian masyarakat sekitar 1-2 meter. Karena lokasi longsor ini sangat dekat dengan jalan raya, banyak masyarakat yang berhenti dari kendaraannya untuk melihat kejadian ini. Luasnya tanah menutupi lahan masyarakat dan sangat rata seolah-olah habis di buldoser menjadi tontonan yang menarik bagi mereka. Dilokasi tanah longsor ini terdapat dua buah rumah hancur total dan salah satunya ikut jatuh bersama tanah yang longsor. Untungnya saat terjadi longsor, penghuni rumah sudah mengosongkan rumah sehingga tidak terjadi korban jiwa.
Disaat sedang asyik memotret tanah-tanah yang longsor, seorang laki-laki paruh baya menghampiriku. "Klo ndak turun kebawah, mari aku antarkan. Tapi kito harus mutari tebing ini" (klo mau turun kebawah, mari saya antarkan. Tapi kita harus memutari tebing ini) sapanya. Karena aku juga ingin melihat dari bawah tanah longsor ini, akhirnya aku menyetujui ajakkannya. Sambil ngobrol, kami memutari tebing yang longsor. Ternyata laki-laki ini adalah pemilik rumah yang hancur akibat gempa dan tanah longsor yang barusan aku ambil fotonya.
Ketika sudah sampai dibawah, dekat lahan persawahan masyarakat. Aku memperhatikan kondisi tanah disekitarku. "Gila... tanah bisa bergeser seluas dan sepanjang ini. Sekuat apa goncangan dan goyangnya saat terjadi gempa itu ya. Kok bisa begini" gumamku dalam hati. Saat aku tanyakan menurut bapak kenapa bisa tanah sampai seperti ini, beliau hanya geleng kepala. "Idak ado yang tau knapo sampai cak ini, waktu tu hari dah mulai kelam. Dan kito idak ado yang berani nengok. Kito cuma nangis negok rumah hancur samo suaro gemuruh tanah yang longsor tu" (Ngga ada yang tau kenapa sampai seperti ini, saat itu hari sudah mulai gelap. Dan kita tidak ada yang berani melihat. Kita hanya menangis melihat rumah hancur dan suara gemuruh tanah yang longsor) jawabnya singkat.
Hampir satu jam aku dilokasi longsor. Setelah selesai mengambil beberapa gambar. Aku mohon pamit untuk melanjutkan perjalananku berikutnya yaitu desa-desa yang berada di pantai lais. Dari Desa Taba Baru sampai Lais aku melihat banyak terdapat rumah yang hancur dan retak-retak pasca gempa. Dan juga didepan rumah masing-masing masih terdapat tenda-tenda darurat.
Setibanya di Lais, aku terus melanjutkan perjalanan menuju Desa Kota Agung. Yang memang menurut banyak beberapa data, desa ini merupakan desa yang terparah akibat gempa untuk wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Disini, aku menyaksikan sendiri bahwa hampir seluruh rumah yang ada didesa ini hancur dan rata dengan tanah. Terlebih lagi jika anda melewati Dusun Penyangkak. Sekitar 70 rumah di dusun ini hancur total. Tetapi sekarang sudah berdiri rumah-rumah darurat yang berdindingkan triplek bantuan dari Dompet Duafa.
Sepanjang jalan aku benar-benar meringis melihat rumah-rumah yang hancur. Pecahan-pecahan dinding yang terbuat dari batu bata merah berserakan disepanjang jalan. Sekolah, masjid, jalan. Semua hancur. Dan yang membuat aku lebih terhenyak lagi, disaat aku menanyakan kepada seorang ibu yang bersama suaminya sedang duduk diam didalam tenda. "Bagaimana bu keadaannya, sehat ajakan. Sudah memulai aktivitas rutin kembali? Sudah mulai berkebun lagi?" tanyaku saat itu. "Oii nak... cigai gen na semangat lak kerjo yo. Umeak bi ajua kute. La mae kebun raso ne malas nien. Ite yo awei coa nam kerjo jano-jano igai" (Oii nak, sudah tidak ada semangat lagi untuk bekerja. Rumah sudah hancur semua. Berkebun rasanya malas sekali. Kita ini sepertinya sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi). Jawab sang ibu yang menggunakan bahasa rejang. Aku melihat sendiri raut wajah sang ibu sepertinya benar-benar bersedih akan hancurnya rumah mereka.
Hari itu aku bisa merasakan bagaimana dasyatnya gempa yang berkekuatan 7,9 SR. Gempa yang membuat rumah-rumah mereka hancur. Gempa yang membuat masyarakat trauma dan shock. Bagaimana gempa menggoncang Kota Bengkulu. Apalagi ditambah dengan cerita-cerita ngeri dari teman dan sanak saudara. "Waii..En, kito ko seraso di ayak-ayak disini ni. Tanah begoyang-begoyang... Kito tegak bae, bisa jatuh. Rumah ko berderik-derik seraso ndak roboh. Pokoknyo ambo trauma, klo begoyang dikit langsung lari keluar. (Waii.. En, kita ini serasa di ayak-ayak disini. Tanah bergoyang-goyang... Kita berdiri saja, bisa jatuh. Rumah ini mengeluarkan bunyi yang berderik-derik serasa mau roboh. Yang jelas saya trauma, klo ada goncangan sedikit saja langsung lari keluar)". Cerita sepupuku saat aku datang kerumahnya. Lain lagi cerita teman sepermainanku. "Waktu itu ambo di pasar En, lagi belanjo. Orang-orang berlarian ke jalan. Banyak orang-orang yang bawak motor tu jatuh... Ambo bingung, ndak balik ke rumah takut masih goyang." (Waktu itu saya masih berada di pasar En, belanja. Orang-orang berlarian ke jalan. Banyak orang-orang yang membawa motor jatuh... Saya bingung, mau pulang ke rumah takut masih bergoyang). "Untung la gempa ni idak malam hari. Klo malam kayak tahun 2000 kemaren. Mati galo orang Bengkulu ko". (Untunglah gempa ini tidak terjadi dimalam hari. Klo malam seperti gempa di tahun 2000. Mati semua orang Bengkulu ini). Ucap seorang bapak ketika aku berada di Dusun Penyangkak.
Gempa Penutup
Sehari sebelum menjelang lebaran Bengkulu kembali di goncang gempa. Saat itu aku sedang berada dirumah teman dan sedang ngobrol-ngobrol. Disaat sedang asyik bercerita, ternyata rumah bergoyang. "Ahh.. ternyata aku merasakan juga gempanya" ucapku dalam hati. "Gempo....gempo..." teriak orang-orang diluar. Banyak orang berada diluar rumah. "Semoga la ini gempa penutup kareno menjelang akhir puaso. Pertamo gempo kan pas ndak puaso" (Semoga ini gempa penutup karena menjelang akhir puasa. Pertama gempa kan ketika mau puasa) ucap seorang ibu-ibu yang berada diluar.
Ingin melihat Tsunami...
Rabu tanggal 17 Oktober 2007 aku bersama bapakku, adik ku yang bungsu bersama seorang temannya menyusuri daerah pesisir pantai yang menuju Putri Hijau. Karena suasananya masih lebaran, dan teman-temanku masih pada mau lebaran. Akhirnya aku mengajak mereka saja untuk menemaniku. Anggap saja wisata gempa ucapku disaat mengajak mereka. Dengan mobil Daihatsu Feroza sekitar jam 8.00 WIB kami berangkat.
Desa yang pertama yang ingin aku tuju adalah Desa Serangai. Dari banyak informasi yang aku terima, desa ini terkena dampak tsunami akibat gempa. Sepanjang perjalanan menuju Desa Serangai masiha banyak aku melihat bagunan-bangunan yang hancur. Beberapa orang sudah mulai memperbaiki rumahnya yang rusak. Mengumpulkan puing-puing rumah yang hancur. Diperjalanan juga aku banyak menemui jalan-jalan raya yang terbelah. Ngga tau terbelah karena gempa atau karena penyebab lain.
Disaat mau memasuki pemukiman masyarakat di Desa Seranagi, pemandangan menjadi lain. Dipinggir-pinggir jalan banyak kayu-kayu, sampah berserakan seperti habis terkena banjir. "Sepertinya benar, ini terkena dampak tsunami" gumamku dalam hati. Dikiri jalan aku memperhatikan beberapa keluarga sedang membuat pondok untuk menggantikan tendanya yang terlalu kecil. Disebelah keluarga itu ada keluarga yang lain sedang mengumpulkan kayu-kayu dari rumahnya yang hancur karena diterjang ombak. Jarak antara rumah penduduk disini dengan pantai memang sangat dekat. Mungkin antara 20-30 meter saja.
Aku mendekati dan bergabung dengan keluarga yang sedang membangun sebuah pondok. "Berapo rumah yang hancur karno tsunami ini?" (Berapa rumah yang hancur karena tsunami ini) tanyaku kepada mereka. "Banyak, sepanjang ini sampe jembatan itu, yang disebelah kiri jalan. Hancur galo. Ado rumah yang hanyut sampe di seberang jalan ini" (Banyak, sepanjang ini sampai dengan jembatan itu, yang disebelah kiri jalan. Hancur semua. Ada rumah yang hanyut sampai di seberang jalan ini) jawabnya sambil menunjukkan lokasi rumah yang hanyut. Ketika aku berada disana, beberapa masyarakat mulai mengangkut puing-puing rumahnya untuk pindah. Mereka mulai membangun rumah kembali di lokasi yang tidak terlalu jauh dari lokasi semula yaitu diseberang jembatan Serangai.
Setelai selesai mengambil beberapa gambar di Desa Serangai aku kembali melanjutkan perjalanan ke Ketahun dan Putri Hijau. Tujuan terakhirku. Selama perjalanan sambil nyetir mobil aku berpikir. "Dari beberapa hari yang lalu aku telah banyak menyaksikan dampak-dampak gempa yang katanya salah satu gempa terbesar di Indonesia ini. Semuanya hancur dan porak-poranda. Bumi ini serasa diacak-acak. Bagaiamana klo gempa sebesar ini menimpa Jakarta ya?? mungkin rata dengan tanah semua gedung-gedung pencakar langit itu. Beruntunlah engkau orang-orang Jakarta yang belum merasakan dasyatnya gempa seperti di Bengkulu. Semua kembali kepada kehendak-Nya"......
Aku merasa prihatin banget ya dengan keadaan pasca gempa di bengkulu..
ReplyDeletesekarang keadaannya gimana? kamu masih di arga makmur ya? btw, kamu di arga makmurnya dimana? maksud saya, di kelurahan apa...
kapan-kapan aku pengen banget ke bengkulu...
salam kenal lily,
ReplyDeleteaku sekarang beraktivitas di bogor.
Rumahku di Jln. Padat Karya Karang Anyar II Arga Makmur. Orang Bengkulu juga kah?
Semoga bisa ketemu klo ke bengkulu :)
gempa sptnya memang sudah langganan akhir2 ini ... ya udah lah pasrah aja. Kamu sempat bikin cerita dokumenter khusus gak tentang gempa di sekitar rumahmu itu?
ReplyDeleteAssalamualaikum...
ReplyDeletesalam kenal.. aku Budi, wong plembang di tugaske di arga makmur. kebetulan waktu gempo tempo hari aku idak di sano. Tahun ini aku balek lagi ke makmur, setelah lebarn di plg. bolehlah kito ketemu kalu awak mudik.
oh yo, di padat karya deket rumah p hendra? dulu dio di deperindag
Salam kenal Budi,
ReplyDeleteAku besok tanggal 11 Maret ini ado di Bengkulu, mungkin sekitar semingu.
Rumahku di padat karya depan masjid. Pak Hendra perasaan pernah dengar, tapi dah lupo yang mano.
Btw dirimu kerjo dimano?
Salam,
assalam,
ReplyDeletewah ruamh ku di foto juga ckckckck
thnx untuk perhatiannya trhadap gmpa bengkulu...
Gempa Bengkulu yang dulu lumayan dahsyat juga ya akibatnya. Semoga para korban diberikan kesabaran dalam menghadapinya.
ReplyDelete