Thursday, February 5, 2009

The Problems is Simple. Kerjasama.

Judul diatas merupakan salah satu kesimpulan saya ketika mencoba mewawancarai beberapa pihak yang berhubungan dengan upaya penyelamatan DAS Air Bengkulu. Baik NGO, Pejabat Kota/Kepala Dinas dan Masyarakat yang berada di hulu dan hilir DAS Air Bengkulu.

Yup, sudah dua minggu ini saya dan beberapa teman di NGO Lokal di Bengkulu yaitu Ulayat, mencoba menggali dan mendokumentasikan perkembangan upaya penyelamatan DAS Air Bengkulu.

DAS Air Bengkulu adalah salah satu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang terdapat di Provinsi Bengkulu. DAS yang memiliki luas areal sekitar 51.500 ha sampai saat ini banyak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat Bengkulu dari hulu sungai hingga hilir atau muara sungai. Namun sangat disayangkan, banyaknya orang yang masih ketergantungan dengan aliran sungai ini tidak diikuti dengan banyaknya orang yang sadar untuk menjaga keberadaan dan kelestarian air yang ada di sungai tersebut.

Ada tiga sub-DAS yang mengalir ke DAS Air Bengkulu, yaitu Sub-DAS Susup seluas 9.890 ha, Sub-DAS Rindu Hati 19.207 ha dan Sub-DAS Air Bengkulu Hilir seluas 22.402 ha.

Seminggu yang lalu saya sempat mencoba menyusuri keberadaan DAS Air Bengkulu ini dari hulu hingga hilir. Salah satu hulu DAS Air Bengkulu yang berada di sebuah desa kecil yang agak menjorok kedalam yang terdapat di Kecamatan Taba Penanjung, Bengkulu Tengah (Beberapa bulan yang lalu masih tergabung didalam Kabupaten Bengkulu Utara) yaitu Desa Rindu Hati. Nama desa yang sangat gampang diingat.

Di desa ini saya bisa menikmati jernihnya air sungai yang mengalir dengan tenang. Seakan air ini sangat senang berada di desa tersebut. Pagi yang cerah saat itu. Suara burung yang ribut membuat suasana pagi ini serasa lengkap. Masyarakat desa sudah mulai satu persatu berangkat ke ladang dan ke sawah yang berada tak jauh dari desa. Menyebrangi sungai yang ada dibelakang desa. Berjalan kaki tanpa alas kaki mengikuti jalan setapak yang berada disepanjang sungai. Terlihat sekali mereka hidup sangat harmonis dengan air sungai yang ada disana.

Di Desa Rindu Hati yang mayoritas penduduknya adalah Suku Rejang ini terdapat 6 anak sungai dan mungkin puluhan atau ratusan mata air. Anak-anak sungai yang ada ini akhir menyatu ke sungai besar yang ada di hulu kampung, yaitu Sungai Bengkulu.
Konon katanya di Desa Rindu Hati ini adalah keturunan para raja dari Raja Sungai Serut. Awal dari semua ini karena Putri Dayang Perindu melarikan diri dari Muara Bengkulu ke Hulu Sungai (yang berada di Desa Rindu Hati saat ini). Sang Putri melarikan diri karena tidak mau dijodohkan dengan para raja yang berasal dari Aceh. Setelah melarikan diri, sang kakak dan beberapa orang kerajaan menyusul keberadaan putri ke hulu sungai. Sebelum menyusul sang putri, sang putri sempat memberikan pesan yaitu “jika ingin menyusulnya, bawalah satu ekor ayam dan satu ekor burung terkukur. Jika ayam dan burung tersebut berbunyi, berhentilah disitu dan buatlah desa. Saya akan tinggal disitu”. Ayam dan burung tersebut berbunyi ketika mereka sampai dilokasi Desa Rindu Hati sekarang. Disitulah mereka membuat desa. Dan Itulah awal mula Desa Rindu Hati.

Berada didesa Rindu Hati memang sangat menyenangkan. Selain suasana kampung yang masih asli juga terdapat sawah yang menghijau dengan dilatar belakangi oleh bukit-bukit. Desa ini memang berada di lembah didataran tinggi Bengkulu.
Selama dua malam berada di Desa Rindu Hati membuat saya sedikit paham dan mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi di desa ini mengenai upaya untuk penyelamatan hulu sungai. Pertama, sulitnya mengotrol masyarakat pendatang yang berada dihulu untuk tidak merusak keberadaan hutan disepadan sungai dan dihulu. Kedua, pendapatan masyarakat yang hanya mengenal sistem pertanian yang terkadang kurang paham dengan masalah ekologis yang akan ditimbulkan jika membuka sebuah chatment area atau daerah tangkapan air. Tiga, tidak adanya peranan pemerintah untuk mengajak dan mengatur pola perkebunan masyarakat serta mengajak untuk peduli terhadap pentingnya kawasan hulu sungai.

Kondisi hulu sungai sangat berbeda dengan kondisi di hilir. Setelah dari hulu saya mencoba mengikuti aliran sungai ini sampai ke hilir, yaitu muara didekat lokasi pantai panjang. Setelah keluar dari Desa Rindu Hati dan di Pasar Taba Penanjung, air sungai ini masih cukup bersih. Tapi kondisi air sangat berbeda setelah berada di sebuah desa, klo tidak salah Desa Kancing. Warna air sudah berwarna cokelat dan butek. Sampai sekarang saya tidak tahu apa yang menyebabkan kondisi air ini keruh. Apakah benar karena ulah beberapa pertambangan batu bara yang ada di Taba Penanjung, limbah beberapa pabrik karet, atau karena limbah rumah tangga yang berada disepanjang sungai.

Yang membuat saya cukup prihatin adalah, air sungai yang butek ini adalah sumber air yang diambil oleh PDAM Bengkulu untuk dialirkan kepada konsumen sebagai sumber air bersih bagi warga kota Bengkulu. Sekitar 30% penduduk Kota Bengkulu menggunakan sumber air yaitu air PDAM. Dulunya mungkin air ini masih jernih dan bersih, itu mangkanya sumber air diambil dari sini. Belanda membangun sumber air disitu sekitar tahun 1928. PDAM hanya mewarisi dan melanjutkan usaha untuk penyaluran sumber air bersih.

Banyaknya pencemaran yang terjadi disepanjang aliran sungai ini membuat kondisi air PDAM saat ini sebenarnya tidak layak untuk dikonsumsi. Hal inilah yang membuat PDAM membutuhkan biaya produksi yang lebih untuk membersihkan dan menetralkan air yang mereka ambil dari Sungai Air Bengkulu. Inipun kualitas airnya masih belum bagus. Biaya produksi permeter kubiknya dikabarkan sudah jauh diatas biaya jual. PDAM yang seharusnya bisa menjadi salah satu pendapatan daerah sekarang justru tidak berarti apa-apa bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu. Sungguh ironis.

Aliran sungai Air Bengkulu sebenarnya tidak terlalu panjang dan peluang untuk melakukan penyelamatan keberadaan sungai ini sangat besar. Hanya dibutuhkan sebuah niat saja. Niat untuk mau bersama-sama menyelamatkan keberadaan DAS Air Bengkulu. Ulayat tidak akan mampu melakukannya sendiri. PDAM tidak akan mampu melakukannya sendiri. Apalagi Bapedal dan dinas-dinas yang ada di provinsi Bengkulu (Pemerintah Bengkulu Kota dan Kabupaten), tidak akan ada harapan mengharapkan merekamelakukan itu.

Sekarang limbah pabrik, limbah pertambangan dan limbah lainnya sudah semakin banyak yang masuk kedalam aliran sungai. Air sungai semakin lama semakin tercemar. Konsumen PDAM semakin gundah dan resah akan kondisi air yang mereka terima.
Saya tidak tahu kejadian seperti apa yang bisa membuat aparat Pemerintah Bengkulu ini bisa ngeh dan sadar betapa pentingnya sumber air baku bagi masyarakatnya. Mayarakat Bengkulu ini bisa sadar pentinganya air bagi kehidupan. Mungkin perlu ada kejadian dimana masyarakatnya terserang berbagai penyakit diare dan penyakit lainnya karena kekurangan sumber air bersih dan dilanda banjir atau kekeringan yang sangat hebat. Atau nunggu Gubernur dan Wakil Gubernurnya serta pejabat-pejabat itu sakit diare dulu. Mungkin ngga sih??

Padahal semua tahu mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Mengapa kita harus ada shock terapy dulu baru sadar ya?. Musti ada bencana dulu baru ada tindakan.
Lets do Now!!!. Lakukanlah sekarang sebelum terlambat.

Masyarakat Desa Rindu Hati sebenarnya hampir sama dengan masyarakat desa dibanyak tempat di nusantara ini. Jika ada niat baik dari kita untuk memberitahukan peranan penting dalam upaya penyelamatan lingkungan dan adanya peranan aktif dan dukungan dari pemerintah lokal tentu akan membuat masyarakat tersebut senang dan tentu akan membuat usaha untuk menyelamatkan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat akan berjalan baik. Perlu kerjama antara hulu dan hilir DAS Air Bengkulu.

Inilah yang menjadi salah satu permasalahan utama betapa sulitnya upaya untuk penyelamatan lingkungan dinegara kita tercinta ini. Tidak adanya kerjasama!!. Semua berjalan sendiri. Sibuk dengan kerjaan masing-masing. Padahal pengetahuan dan kemampuan disetiap orang, disetiap lembaga dan disetiap instansi adalah terbatas. Semua masih sibuk dengan egonya masing-masing. Termasuk kita.

5 comments:

  1. jadi warga desa Rindu Hati akhirnya bersepakat mau ngapain terhadap sungai mereka?

    ReplyDelete
  2. Mereka sih pada pengen nanem tanaman karet. Karena selain menjadi fungsi lindung dan menjaga struktur tanah biar ngga erosi, bisa mendapatkan nilai tambah untuk perekonomian mereka dengan menyadap getahnya. Itu kata beberapa yang ada disana...

    ReplyDelete
  3. ambo baco lagi tulisan Das air bkl kk, kayaknyo ndak ralat lah...hilirnyo das air bengkulu tuh bukan di pantai panjang tp di pantai muara bangkahulu..
    ambo lupo blog kk kmren, baru kebaco lg qn...sukses terus nulisnyo....

    ReplyDelete
  4. ada photo desa nya engggak bro, dan kerusakaan yang terjadi di desa rindu hati, aku bantu publish di blog deh, buat kelestarian lingkungan tanah rejang.

    salam

    ReplyDelete
  5. Tun jang,
    Fotonya ada di komputerku, aku munsti nyari dulu dokumennya. Untuk komunikasi berikutnya silahkan ke alamat blogspot aja www.berangberangblog.blogspot.com.
    Aku link ya alamat weblog mu

    ReplyDelete