Beberapa minggu yang lalu saya diudang untuk menjadi peserta training "Participatory Video Training for Human Rigts Based Approaches" di Kaliandra dan di Porong, Sidoarjo. Mungkin karena kita pernah membuat film tentang Lumpur Lapindo tahun lalu maka kita diundang untuk bergabung dalam training ini. Terima kasih kepada UNDP, SGP The GEF Small Grants Programme (http://www.sgp-indonesia.org), insight ( http://www.insightshare.org/), Urban Poor Linkage dan Yayasan Kaliandra (http://www.kaliandrasejati.org/).
Training yang diadakan selama sepuluh hari ini mencoba untuk share sesama peserta tarining tentang pengetahuan dan pengalaman selama membuat video-video dokumenter. Dari pengalaman-pengalaman itu ditambahkan mengenai perngertian Human Rights Base atau Hak-Hak Dasar Manusia. Walaupun saya masih belum paham sekali mengenai HAM ini tapi saya coba share kepada semuanya apa saja yang dilakukan selama training. Jika masih ada yang kurang jelas, dipersilahkan menghubungi panitianya :)
Sebenarnya jika kita sudah terbiasa membuat sebuah film dokumenter, training ini akan menjadi hal yang biasa saja. Tidak ada yang baru. Yang membedakannya adalah hanya cara membuat filmnya saja. Jika selama ini hanya kita-kita saja yang membuat sebuah film dokumenter, dalam training Partisipatory Video (PV) ini kita mengajarkan kepada komunitas-komunitas tertentu untuk membuat film tentang kehidupan mereka sendiri, atau tentang keinginan-keinginan mereka sendiri. Selama training banyak hal yang dibahas, mulai dari pengenalan tentang HAM, pengenalan kamera, pengenalan film, menemukan cerita dan interview, audiens, partisipatory analysis, practise analysis sampe shooting ke lapangan.
Disini saya akan share apa saja yang saya catat selama masa training disana. Tentu hanya point-pointnya saja. Semoga bermanfaat nantinya. Detail tentang PV ini bisa didownload di websitenya insight.
Jika kita ingin mengenalkan sebuah kamera kepada masyarakat lokal atau sebuah komunitas. Kita bisa mengenalkannya lewat sebuah permainan. Permainannya adalah merekam interview. Dalam permainan ini, kita ajarkan terlebih dahulu kepada salah satu komunitas bagaimana menggunakan kamera yang kita bawa, setelah itu coba lakukan interview kepada salah satu komunitas. Setelah kita memberitahu cara menggunakan kamera dan cara interview, orang yang kita ajarkan wajib memberitahukan kepada teman-temannya secara bergiliran. Setelah semuanya tahu dan mengerti, kita tanyangkan hasil-hasil interview tersebut melalui screen atau tv. Jika masyarakat lokal yang belum pernah mengenal kamera, ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan.
Permainan yang lainnya adalah, kita minta kepada beberapa orang komunitas untuk berbaris dan berdiri didepan kamera dan tidak berpindah-pindah tempat. Setelah itu kita rekam beberapa detik dan matikan (record off). Minta perserta untuk berkurang satu persatu saat tombol record off. Saat diputar atau discreening ini akan menimbulkan gambar seolah-olah perserta tersebut hilang satu persatu.
Partisipatory Video cenderung ke proses bukan kualitas gambar
PV tidak membutuhkan kualitas gambar yang bagus, tetapi bagaimana suara masyarakat lokal bisa diangkat atau diekspose. Jika menggunakan kamera profesional akan terlalu rumit dan banyak tombol-tombol kamera yang membingungkan. Karena dalam PV mulai dari proses pengambilan gambar, membangun cerita itu semuanya akan dilakukan oleh komunitas tersebut. Kita hanya sebagai pendamping dan fasilitator.
Kesalahan adalah baik untuk seorang filmaker
Kesalahan bisa memacu komunitas untuk bertanya. Misalnya, mengapa tidak ada suaranya gambar yang kita ambil, mengapa gambarnya gelap (siluet), atau apapun yang menurut kita itu salah. Ini penting untuk perkenalan awal kamera dan bagaimana menggunakannya.
Belajar dari banyak pengalaman
Para komunitas akan semakin banyak pengalamannya disaat mereka sudah mengenal kamera dan menggunakannya. Jika gambar yang diambil goyang, mereka sudah tahu harus menggunakan tripot. Jika tidak ada suaranya hasil-hasil interview, mereka akan mengecek sound disaat akan memulai interview dan lain sebagainya.
Jangan men-fastfoward saat screening
Jika kita melakukan screening terhadap komunitas, jangan sekali-kali kita men-fastfoward gambar-gambar atau hasil-hasil wawancara yang sudah kita ambil terhadap komunitas tersebut. Ini akan memberikan kesan bahwa gambar mereka dianggap tidak penting dan diabaikan.
Human Rights
Banyak info-info tentang HAM yang bisa didownload di website. Begitu juga dengan kesepakatan-kesepakatan atau perjanjian-perjanjian negara dan PBB mengenai Hak Asasi Manusia. Beberapa point penting dalam mebuat film adalah yang pertama Consent yaitu mengetahui secara sadar, film itu buat apa, cerita tentang apa dan sadar dampak film tersbut nantinya. Yang kedua adalah kesepakatan, yaitu kesepakatan mengenai hasil film, kesepakatan pembuatan film dan sepakat film itu mau diapain. Kalau dalam konteks tentang kesepakatan dunia tentang masyarakat adat, Masyarakat adat berhak untuk mengetahui sebuah rencana apapun terhadap kampungnya dan berhak mengeluarkan pendapat dan harus dihormati.
Perbedaan hadiah dan hak
Ini adalah sebuah permainan dimana ada dua buah gambar yaitu gambar seorang teman memberikan hadiah kepada temannya dan seorang boss memberikan gaji kepada anak buahnya. Permainan ini adalah untuk membedakan mana yang sebuah hak dan mana yang kewajiban. Apa perbedaan dari keempat orang tersebut dan bagaimana rasanya.
Perbedaan kebutuhan dan hak
Ini adalah sebuah permainan menebak mana yang bisa disebut sebuah kebutuhan dan mana hak. Ada dua buah gambar, satunya sebuah gambar orang yang berada disebuah pulau yang banyak terdapat makanan dan orang tersebut tidak bisa kemana-mana. Satu lagi gambar orang yang sama, tapi ada satu orang lagi yang memiliki makanan yang berlimpah sementara orang yang satu lagi tidak memiliki makanan. Disini kita diharapkan bisa membedakan mana kebutuhan dan mana hak yang harus diterima. Orang yang tidak memiliki makanan jelas berhak untuk mendapatkan makanan karena orang yang satunya memiliki makanan yang berlimpah.
Sungai kehidupan
Salah satu permainan untuk mengenal kamera dan icebreaking adalah meminta kepada komunitas untuk mencatat tangga kejadian yang menurut mereka penting sekali. Setelah mereka mencatat tanggal tersebut urutkan berdasarkan angka terkecil dan tahun. Lalu gunakan dadu atau putaran angka untuk menunjuk tanggal mana yang harus ditanya oleh orang yang menulisnya berdasarkan angka yang didapat dengan menghitung dari angka paling atas. Setelah didapat angkanya, lakukan interview terhadap orang yang menulis tanggal tersebut dan setelah selesai semua dilakukan screening bersama.
Sebuah diagram Partisipatory Video
PV adalah :
- Ide, proses pembuatan, keinginan untuk membuat film dari sebuah komunitas
- Diutamakan proses pembuatan dan melibatkan semua, bukan hanya sebuah produk
- Bagaimana seorang filmaker membuat film bersama masyarakat
- Pengambilan keputusan, tentang dampak bagi masyarakat dilakukan secara sadar
- Dilihat dari bagaimana filmaker mendekati dan menyikapi film yang dibuat
- Akan lebih baik hasil-hasil interview lepas dan apa adanya dan proses pembuatan film lebih ke kiri atas (proses dan kepada pemerintah). Akan tetapi tidak selalu tepat jika film digunakan sistem PV
Dari materi-materi tersebut yang disampaikan selama tiga hari dan juga praktek-prakteknya setelah mendapatkan materi. Keesokan harinya kita langsung turun kelapangan yang sebenarnya untuk menerapkan apa saja yang sudah didapatkan. Siang harinya kami langsung ke lokasi pengungsian korban lumpur lapindo di Pasar Baru Porong. Disini kami mengajak beberapa warga pengungsi yang ada di Pasar Porong, Desa Besuki dan Desa Permisan untuk merekam keinginan dan tuntutan mereka. Membuat film tentang kehidupan mereka sendiri. Kami menginap di lokasi pengungsian selama tiga hari.
Tak bisa dipungkiri lagi, disaat sesama warga merekam suara mereka air mata tak dapat ditahan lagi oleh para pengungsi. Mereka menangis sejadi-jadinya karena nasib mereka yang lebih dari dua tahun ditelantarkan oleh Lapindo dan pemerintah. Rumah mereka sudah terendam oleh lumpur. Keluarga yang cerai berai. Sistem sosial yang berantakan. Kesenjangan ekonomi dan budaya. Sampai saat ini di Pasar Porong masih terdapat kurang lebih 500 KK para pengungsi. Jika setiap KK saja dirata-ratain memiliki 4 jiwa, berapa ribu orang pengungsi yang masih ada di Pasar Porong. Di Desa Besuki, para pengsungsi mebangun tempat tinggal darurat diatas Jalan Tol yang belum tenggelam. Dan yang lebih memprihatinkan adalah di masyarakat Besuki saat ini suaranya pecah dan tidak bisa bersatu lagi. Warga yang rumahnya sudah tenggelam suara dan tuntutan mereka berbeda dengan yang rumahnya belum tenggelam. Beberapa warga menyebutkan ada unsur kesengajaan dari pihak Lapindo untuk memecah belahkan persatuan sesama korban Lapindo agar mereka tidak bisa bersatu dalam menuntut haknya.
Mungkin jika anda berada disekitar mereka dan menginap dilokasi pengungsian anda bisa merasakan dan menyadari betapa kejam dan jahatnya sebuah konspirasi para pemegang kekuasaan dan para elit-elit politik negeri ini. Membiarkan puluhan ribu saudaranya sendiri. Rakyatnya sendiri terlunta-lunta, diabaikan selama bertahun-tahun di lokasi pengungsian. Tidak adanya jaminan kesehatan. Tidak adanya jaminan pendidikan bagi anak-anak yang ada dilokasi pengungsian dan tidak ada jaminan mereka akan mendapatkan tempat tinggal yang layak seperti rumah mereka dulu sewaktu tidak ada lumpur lapindo. Sakit dan menyesakkan dada memang menjadi orang yang tidak didengarkan jeritan suaranya.
Bagaimana dengan pemerintah kita?? sampai sekarang tidak jelas apa yang akan dilakukan pemerintah kita ini terhadap korban lapindo. Beberapa bulan yang lalu Pengadilan di Jakarta memenangkan Lapindo atas gugutan para korban lumpur. Lumpur Lapindo dianggap oleh pemerintah sebagai bencana alam bukan kesalahan para pekerja Lapindo Brantas Inc. Sekarang di Jatim lagi sibuk dengan kampanye-kampanye Calon Gubernur Jatim. Besok tanggal 23 Juli akan diadakan Pilkada Jatim. Saat ditanya oleh beberapa ormas dan LSM mengenai kontrak politik jika menjadi gubernur apakan sanggup dan mampu membela para korban lumpur lapindo?? Tidak ada satupun dari beberapa calon tersebut yang berani menjawab secara pasti. Semua hanya bisa menebar janji-janji saat kampanye dan pasang iklan di tivi-tivi. Saya secara pribadi sangat jijik dan muak melihat kampanye-kampanye dan janji-janji mereka!!!
Sementara Salah satu menteri kita yang mempunyai dagu panjang dan berkacamata ini lebih senang mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk menikahkan anaknya daripada diberikan kepada para pengungsi korban lumpur lapindo. Sampe sekarang saya tidak habis pikir kok bisa orang seperti ini bisa diangkat menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ???
Yahh.. akhir kata... beginilah kondisi negara kita yang tercinta ini.
Bagaimana Jika anak sang dagu panjang dan berkacamata ini di beri kado Video hasil dari PV di desa Besuki, Permisan & Pasar baru Porong pada waktu pernikahannya?
ReplyDeleteItu dia ide-ide yang didapat saat kita screening film-film yang dibuat komunitas porong di TIM tadi siang. Banyak sekali yang antusias terhadap film2 tersebut dan ikut prihatin dengan nasib para pengungsi di Porong.
ReplyDeleteUsul nih ... gimana kalo komunitas pembuat filem bekerja sama dengan komunitas santet dan klenik. Terus kalian mem-filemkan secara partisipatif bagaimana menyantet mentri berdagu panjang melalui video .... hehehe
ReplyDeleteWah.. gitu toh caranya..
ReplyDeleteMenarik juga ya trainingnya.. Bisa diterapkan pas acara reuni ga? HEHEHEH ;p
Oh timor loro sae, o hai nia rai.......dst, sayang kini kembali terpisah, timor barat dan timor timur, negeri indah sangat berbeza!
ReplyDelete