Thursday, February 5, 2009

Menapak Jejak Sejarah Suku Rejang

Perjalan untuk mendokumentasikan huruf-hurus kuno rejang (huruf ka ga nga) sebenarnya sudah lama saya lakukan yaitu pada bulan Januari-Febuari 2008. Bersama dengan teman-teman Gekko Studio kami berangkat ke Bengkulu. Dengan menggunakan mobil hiline long sasis yang kami beli di Bali pada bulan desember tahun lalu kami berangkat menuju Bengkulu, Tepatnya Bengkulu Utara kampung halamanku. Kami sengaja membeli mobil sendiri biar puas untuk muter-muter Bengkulu dan kedepannya jikalau ada perjalanan yang areanya masih sekitar jawa dan sumatera kami bisa menggunakan kendaraan sendiri biar lebih hemat. Hemat, belajar dari pengalaman disaat kita membuat sebuah film dokumenter tentang impact perkebunan sawit terhadap anak suku dalam di Jambi. Kami harus merental mobil hiline ini dengan harga 400 ribu perhari. Lumayankan kalo kita sewa selama 10 hari lebih plus BBM-nya.

Di Bengkulu selain membuat film dokumenter tentang keterancaman gajah sumatera yang ada di Bengkulu kami juga menyempatkan diri untuk berangkat ke Kabupaten Lebong dan Curup untuk survey mengenai keberadaan tulisan rejang (huruf ka ga nga) dan sejarahnya. Perjalanan ini juga merupakan perjalanan ritualku karena akan menelusuri sejarah persebarang suku rejang yaitu suku saya sendiri. Selama ini saya yang terlahirkan dari keturuanan asli rejang saya tidak pernah tahu sejarah persebarannya. Norak ngga ya :)

Tulisan ini adalah saya kembangkan dari hasil wawancara dengan Pak Salim, salah satu tokoh adat yang ada di Desa Topos, Kabupaten Lebong. Salah satu kampung tertua yang ada di Lebong yang terletak di hulu sungai ketahun. Karena saya terlebih dahulu harus mencatat hasil-hasil wawancaranya disela-sela rutinitas yang ada dan sekaligus mencoba untuk mentransletnya (berhubung wawancaranya menggunakan bahasa rejang), jadi yah beginilah jadi lama saya menulisnya ke blog ini. Hasil-hasil wawancara ini saya coba rangkai dan kembangkan agar enak dibaca. Mohon maaf jikalau nanti bahasanya masih ada yang kaku dan lompat-lompat serta ada beberapa bahasa yang tidak mampu saya terjemahkan.

Sejarah Rejang

Asal mula masyarakat rejang yang ada di Bengkulu menurut cerita nenek mamak atau orang-orang tua (Pak Salim dan Masyarakat Topos) adalah pertamanya ditemukan di Desa Siang, muara sungai ketahun. Pada masa itu pemimpin masyarakat rejang adalah Haji Siang. Dimana sebelum Haji Siang, lima tahap diatas Haji Siang orang rejang sudah ada. Pada masa haji ini ada emapat orang haji yaitu Haji Siang, Haji Bintang, haji Begalan Mato dan Haji Malang. Karena mereka berempat tidak bisa memimpin dalam satu daerah, akhirnya mereka membagi wilayah kepemimpinan. Haji Siang tinggal di Kerajaan Anak Mecer, Kepala Sungai Ketahun, Serdang Kuning. Haji Bintang ada di Banggo Permani, manai menurut istilah rejangnya yang sekarang terletak di Kecamatan Danau Tes. Haji Begalan Mato tinggal di Rendah Seklawi atau Seklawi Tanah Rendah. Kerajaan Haji Malang bertempat tinggal diatas tebing, sekarang namanya sudah menjadi Kecamatan Taba' Atas.

Dalam keempat kepemimpinan ini mereka ada sebuah falsafah hidup yang diterapkan yang itu pegong pakeui, adat cao beak nioa pinang yang berartikan adat yang berpusat ibarat beneu. Bertuntun ibarat jalai (jala ikan), menyebar ibarat jala, tuntunannya satu. Jika sudah berkembang biak asalnya rejang tetap satu. Kenapa ibarat beneu? beneu ini satu pohon, tapi didahan daunnya kait-mengait walaupun ada yang menyebar atau menjalar jauh. Walaupun pergi ketempat yang jauh tapi tahu akan jalinan/hubungan kekeluargaannya. Bisa kembali lagi darimana asal mereka berada.

Pegong pakeui juga mengajarkan bahwa kita sebagai manusia mempunyai hak yang sama. Jika kita sama-sama memiliki, maka kita membaginya sama rata. Jika kita menakar (membagi), misalnya membagi beras, kita menakarnya sama rata atau sama banyaknya. Jika kita melakukan timbangan, beratnya harus sama berat. Itulah pegong pakeui orang rejang. Amen bagiea' samo kedaou, ameun betimbang samo beneug, amen betakea samo rato. Artinya jika membagi sama banyak, jika menimbang sama berat, jika menakar sama rata). Itulah cara adat rejang.

Dengan persebaran dan berkembang biaknya dari empat kerjaan ini mereka mencari tempat-tempat di kepala air (hulu sungai) untuk dijadikan tempat tinggal. Seperti yang ada sekarang ini yaitu Rejang Aweus, Rejang Lubuk Kumbung yang ada didaerah Muaro Upit, Rejang Lembak (Lembok Likitieun, Lembok Pasinan) dan termasuk juga Rejang Kepala Curup. Dasar persebaran ini adalah dari Rio (belum jelas Rio ini siapa dan keturunan darimana). Dipercaya Rio berasal dari Desa Topos yang pecahan kebawahnya adalah Tuanku Rio Setagai Panjang. Rio Setagai Panjang ini memiliki tujuh orang bersaudara dan berpencar untuk mencari tempat tinggal. Diantara dari tujuh Rio tersebut dan persebarannya di Bengkulu adalah sebagai berikut:
1. Rio Tebuen ada di Desa Lubuk Puding, Pasema Air Keruh
2. Rio Penitis ada di Curup. daerah Selumpu Sape
3. Rio Mango' keturunannya sekarang mulai dari Pagar Jati sampai ke hulu nya yaitu Desa Gading, Padang Benar dan Taba Padang
4. Rio Mapai sekarang keturuanannya ada di Kecamatan Lais, itulah asal orang rejang yang terletak di bagian utara

Suku Rejang memiliki lima marga, yaitu Jekalang, Manai, Suku Delapan, Suku Sembilan dan Selumpu. Lima marga inilah sekarang yang ada di tanah rejang yang ada di Bengkulu. Jika ada yang pindah ketempat lain mereka akan tetap berdasarkan lima marga tersebut. Walaupun mungkin banyak orang-orang rejang yang ada di Bengkulu sudah tidak tahu lagi mereka masuk kedalam marga apa. Dikatakan oleh orang tua dahulu pecua' bia piting kundei tanea' ubeuat, pecua bia' piting kundei tanea' guao', istilah rejangnya mbon stokot, 'mbar-mbar ujung aseup, royot kundeui ujung stilai. Artinya masih ada asal usul yang menyangkut tanah lebong, walau dia berpencar kemanapun. Dari kepercayaan yang ada, mereka percaya asal mula rejang itu satu. Tidak ada bibitnya (asal usulnya) dari orang lain. Semuanya berasal dari Ruang Lebong atau Daerah Lebong yaitu dari Ruang Sembilan Sematang. Walaupun sekarang orang rejang atau suku-suku rejang sudah menyebar dipelosok nusantara ini ataupun diluar negeri sekalipun.

Cara Adat Rejang yang sudah menghilang

Seperti halnya dengan suku-suku lain yang ada di nusantara ini, suku rejang juga memiliki adat dan budaya dalam melakukan beberapa kegiatan ataupun upacara adat. Salah satunya adalah cara untuk menikahkan anak dan adat untuk membayar nazar jikalau kita ingin membayar nazar atau hutang. Cara yang dilakukan adalah memakai sesajen untuk berkomunikasi dengan pada arwah-arwah atau penghulu-penghulu kita yang sudah pergi. Kita memberi tahu jika kita ingin membayar nazar aatu ingin mengadakan pernikahan anak kita. Sesajen ini biasanya dengan menyertakan ayam yang dalam bahasa rejangnya disebut mono' biing.

Pada zaman dahulu, sebelum memakai benih untuk menanam harus mengundang benih terlebih dahulu, yang disebut bekejai binia'. Benih ini ditaroh didalam tadeu (sejenis keranjang yang terbuat dari rotan atau bambu). Ngekejai (belum jelas apa/siapa ngekejai) memanggil malaikat jibril, israfil, mikail dan juga para dewa. Jika jumlah benih yang ada didalem tadeu semakin banyak jumlahnya berarti ada harapan hasil panen akan banyak dan ada rezeki nantinya. Namun jika benihnya tidak bertambah banyak jumlahnya mungkin pertanda hasil ladang kita tidak akan maksimal hasilnya. Jika ingin memotong bambu itu bagi orang rejang ada pantangannya, begitu juga jika ingin membuka hutan. Jika kita ingin membuka hutan kita harus menabeues, menyatakan maksud kita kepada yang menjaganya. tanea' talai istilahnya, tukang ngembalo tanea' dunionyo (penjaga tanah di dunia ini). Tuhan tidak hanya menurunkan sesuatu ke bumi ini tanpa ada yang menjaganya. Jika kita ingin membuka lahan disuatu area tersebut kita tancapkan sebuah pancang. Jika diarea yang kita beri tanda tidak menyahut atau ada pertanda yaitu misalnya berupa binatang mati atau berupa darah, berarti kita harus membatalkan niat kita untuk membuka lahan disana dan pertanda bukan rezeki kita disana, melainkan tanda bala' yang memanggil kita.

Dalam menanam padi, jika terdapat hama dalam tanaman tersebut seperti hama pianggang, senangeuw, luyo atau luyang dalam bahasa rejannya, mereka membasmi dengan memakai daun sirih dengan cara menyemburkan air daun sirih tersebut sewaktu sore hari menjelang maqrib. Dalam tiga kali semburan dalam waktu senja hama itu bisa pergi. Dengan kekuasaan Tuhan mahkluk ini bisa pergi. Pada zaman itu tidak mengenal pestisida ataupun racun. Karena mereka percaya, jika niat kita jelek untuk membasmi mahkluk Tuhan, maka timbal baliknya adalah bencana. "Sebab niat kita mau membasmi mahkluk Tuhan, sedangkan cara adat itu di jampi, nidau kalo dalam bahasa rejang, disusur darimana asalnya, baliklah ke tempat asalnya" terang pak salim kepadaku karena sekarang sudah banyak yang menggunakan racun pestisida dalam membasmi hama.

Jika orang rejang ingin membuat rumah untuk tempat tinggal, terlebih dahulu mereka memilih jenis kayunya. Misalnya kayu meranti, kayu semalo, kayu medang. Cara untuk mengambil kayu tersebut pun ada aturan adatnya, yaitu jika tumbangnya mengarah ke kepala air atau mengarah mata air, atau menusuk ke leko' itu tidak boleh diambil. Itu tandanya celaka dalam arti kita sebagai orang rejang. Rumah yang sudah kita bangun dan setelah kita huni kita akan jatuh sakit ataupun meninggal dunia. Meninggal dalam artian bukan karena rumah tersebut, tapi karena celaka atau musibah, banyak masalah yang datang. Kemungkinan hidup kita akan susah setelah itu karena kayu yadi membawa bencana. Bagusnya dalam membangun rumah adalah jika kayu yang kita ambil tumbangnya mengarah ke desa atau kampung. "Inilah 100% sebagai tanda-tanda yang bagus untuk kita membangun rumah" ungkap pak salim.

Sebelum adanya masa orde baru atau Rezim Suharto, ditanah rejang masih dikenal dengan sistem kepemimpinan yang dipimpin oleh Kepalo Banggo (Kepala Marga) atau raja bagi masyarakat rejang. Kepala Marga memegang dua pernanan, yaitu menjalankan roda pemerintahan dan juga menjalankan sistem-sistem adat yang ada karena dialah raja dari adat. Antara tahun 1977-1978 kepala marga ditanah rejang dihapus dan digantikan dengan sistem pemerintahan yang ada yaitu camat, kepala desa dan turunannya. Kepala marga diganti dengan Camat. Setelah sistem kepala marga diganti, masyarakat adat seperti ayam kehilangan induknya. Banyak cara-cara adat yang sudah tidak diterapkan lagi dan budaya-budaya serta kearifan lokal perlahan memudar. Orang-orang pemerintahan tidak paham dan mengerti akan cara-cara adat. Dan disebutkan bahwa inilah awal dari kehancuran budaya dan adat istiadat rejang yang ada sekarang ini.

Hilangnya adat istiadat, hilangnya budaya asli rejang juga memudarkan sebuah ajaran rejang mengenai pegong pakeui. Saat ini berbagi sudah tidak mau lagi sama banyak, menimbang tidak mau sama berat, menakar sudah tidak mau lagi sama rata. Siapa yang berkuasa dan gagah itulah yang memegang kekuasaan. Manusia dalam berprilaku sudah tidak terkontrol lagi yang akhirnya mendatangkan bencana bagi manusia itu sendiri.

"Itulah penyebab yang mendatangkan banjir, karena manusia membabi buta dalam membuka hutan. Tidak mengikuti aturan lagi, tebing dibuat lahan, nah itulah barangkali hutannya bakal rusak. Kalau zaman saya hingga bapak saya keatas, zaman nenek saya tidak pernah rusak. Dijamin tidak ada yang rusak hutannya" tegas pak salim yang membuat saya kagum akan semua penjelasan beliau.



7 comments:

  1. hmm.. Cerita yang unik. Aku bahkan ga tau asal usul Rejang, padahal tinggal di Bengkulu Utara dari kecil. Mungkin itu mesti dimasukin ke pelajaran di tingkat dasar sekolah ya...

    Bahasa reang susah En.. ak ga ngerti beberapa kaliamt rejang yg kamu masukin, HEHEHEHHE...

    Trus ini En "Jika kita ingin membuka lahan disuatu area tersebut kita tancapkan sebuah pancang. Jika diarea yang kita beri tanda tidak menyahut atau ada pertanda yaitu misalnya berupa binatang mati atau berupa darah... " Emang menyahutnya caranya gmn En? trus darah? Kok serem bgt ya.. datangnya darimana ya ntar itu?

    Hmm.. serba slh juga si En.. kalo ga diatur Camat, tar bisa ada pemerintahan di dalam pemerintahan.. Bisa agak ssh ngaturnya si...

    ReplyDelete
  2. Hahaha bener vid, beruntung sekali aku bisa melakukan perjalanan ini. Perjalanan spritual :p

    Seharusnya sih iya, pelajaran muatan lokal untuk sekolah dasar itu ada pelajaran untuk mengenal buadaya daerah masing-masing. Seperti di daerah jawa barat yang sd nya belajar bahasa sunda.
    Tapi ngga taulah, kenapa di bengkulu tidak diterapkan hal yang serupa. Mungkin karena orang rejang selalu malu dengan budayanya dan malu untuk mengaku klo dia orang rejang (pengalaman pada diriku dulu sewaktu sekolah hahahaha...)

    Tanda-tanda untuk buka kebun itu, katanya memang ada, kalo lokasi yang kita kasih tanda untuk buka kebun baru itu ada semacam hewan yang mati atau darah, berarti kita sebaiknya tidak membuka ladang disana, tapi itu dulu. Sekarang mah orang dah ngga percaya.

    Aku pribadi sih tidak setuju diadakannya sistem pemerintahan yang ada sekarang ini (seperti camat, bupati atau gubernur) selagi mereka hanya sibuk berkampanye dan menebar janji-janji yang ngga jelas. Apalagi sekarang makin marak di tipi-tipi iklan para calon-calon bupati dan gubernur plus calon presiden. Makin menjijikan pokokna mah :)

    Boleh aja ada sistem pemerintahan, tapi tetap berpegang pada adat dan buadaya setempat serta mendahulukan kepentingan rakjatnya (walaupun sekarang mungkin kita sudah pesimis mengharapkan itu hehehe)

    ReplyDelete
  3. salut dan dua jempol untukmu. Semoga masih banyak generasi yang lain kembali mencatat meneliti etnik rejang. Perjalananmu ibarat sebuah rediscovery of rejang tribe, sayang gak banyak photo ancient yang kamu dapat, tapi mungkin bisa di lanjutkan ke second journey to rejang land.
    Saudaraku, laporan perjalanmu, mohon ijin ku copy buat blog tanah rejang dimana mayoritas artikel tentang rejang pelan pelan terhimpun di sana, dan semoga bermanfaat buat publik. salam dari rantau

    ReplyDelete
  4. membaca tulisanmu, aku baru mendaptkan masukan dari blog ini bila suku rejang ada 5 marga, yang selama ini selalu di sebut empat marga, termasuk tulisan marsden dan artikel barat di saat ingris bercokol. Tidaklah salah membuka wahan baru ini, karena kebradaan suku delapan suku sembilan adalah suatu sebutan, walaupun bersifat jurnal yang di laporkan secara langsung, setidaknya walaupun berbeda acuannya, pembaca di buka kembali untuk meneliti sejarah suku sembilan dan delapan yang gak banyak di laporkan. Setahuku kedua suku itu masuk satu marga, atau mungkin ada penjelasan lain? atau mungkin ada pembaca lain yang bisa membantu?
    karena di terdiri dari 4 marga itulah, tanah rejang sering di sebut sebagai bumi empat petulai, meski dahulu neger lintang empat lawang bersatu dengan empat petulai. Yah kita pelajari sejarah agar terjadi pencerahan. Terimakasih dengan expedisimu, saya senang sekali membacanya, sayang sekali minim dengan photo. Saranku, bila ke sana lagi. mohon rumah rumah tua dan mungkin flora atau bunga di photo juga, itu dokumentasi berharga kelak, terutama buat arsitek, sedang flora endemik, bengkulu dan daerah sekitar kerinci seblat masih banyak flora dan satwa yang belum teridentifikasi, masih perlu penamaan ilmiah, siapa tahu dari photo photo ityu akan lahir flora endemik tanah rejang yang saat ini belum ada mewakili dunia taxonomy.
    Semoga!

    ReplyDelete
  5. Salam kenal tun jang,
    Semoga bae dau manusio awey ite yo, gi masiak lou' menea tulisan tentang jang :)

    Saya masih belajar menulis dan tulisan saya masih belum ada apa-apanya. Sebanarnya saya hanya mencatat ulang hasil-hasil wawancara dengan Pak Salim yang ada di Kampung Topos. Saya sangay berterima kasih sekali dengan beliau yang mau menceritakan tentang sejarah rejang dan persebarannya yang dia ketahui.

    Saya memang belum sempat untuk eksplorasi lebih jauh tentang masyarakat rejang, karena memang perjalanan kemaren dilakukan terburu-buru. Jadi saya belum sempat hunting foto dan video yang mendukung dan menguatkan keberadaan masyarakat rejang ini.

    Mohon masukan, saran dan kritiknya mengenai niat kami untuk membuat sebuah film dokumenter tentang huruf ka ga nga.

    Saya akan sangat senang sekali jika bisa berkomunikasi langsung dengan anda (tun jang), baik via phone atau by email. ini emailku : irawanputra@gmail.com. Semoga komunikasi dan ide-ide untuk mempublikasikan budaya rejang semakin banyak dengan adanya komunikasi ini.

    Salam,
    Een

    ReplyDelete
  6. Cerita Sejarah Rejang VERSI TUBEI VIII bisa dilihat di www.sejarah-rejang.blogspot.com

    ReplyDelete
  7. Mokasiak nien au Admin atas tulisan tentang jang ne. Tulisan2 bareak yo ba perlu dau tersebar nak blogger2 tentang jang...kerno secaro otomatis tun kenal ngan sukau te jang...!!! Maaf ya kl ada yang gak ngerti bahasa rejang.
    kpda penulis blog ini...salam knal aja ya,aku anton..asli desa topos. skrg sedang kuliah di mesir....mohon do'anya juga mg cepat slesai n kmbali ke kmpung hlamn....o ya...aku udah copy tuh tulisan jmu,izin sblmnya ya. kl sempat kunjungi blg aku ya....!! el_antons@yahoo.com kl ade tun jang mubung YM dio YM uku tmingea....wslm

    ReplyDelete