Bulan lalu (April) saya beberapa kali melakukan trip keluar kota, Medan, Pekanbaru, Palangkaraya dan Jogjakarta. Tidak ada yang bisa saya tuliskan tentang perjalanan saya ke beberapa kota tersebut kecuali perjalanan ke Jogjakarta. Yang lainnya adalah perjalanan untuk melihat sebuah seremonial dan workshop.
Perjalanan ke Jogjakarta sebenarnya adalah sebuah trip lapangan para jurnalis untuk melihat lebih dekat mengenai hutan bersertifikasi. Perjalanan ini dirancang dan diadakan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), yaitu sebuah organisasi non-profit yang bertujuan mendorong penyelamatan sumberdaya alam yang lestari melalui skema sertifikasi pengelolaan sumberdaya alam yang sukarela transparan dan idependent. Trip jurnalis ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pengalaman kepada jurnalis mengenai praktek pengelolaan hutan lestari yang mendorong pengembangan masyarakat (community development) dan pelestarian lingkungan, memperkenalkan sertifikasi ekolabel standar LEI di hutan rakyat lestari dan produk kayu bersertifikasi LEI, dan mempererat hubungan antara LEI dan jurnalis.
Pengelolaan hutan rakyat yang lestari merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang berdampak positif bagi perbaikan fungsi tutupan lahan, penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan berkontribusi langsung bagi kesejahteraan masyarakat petani hutan yang mengelola hutan secara lestari.
Saat ini telah ada 10 (sepuluh) unit manajemen hutan rakyat lestari (UMHR) yang telah bersertifikat LEI, 5 (lima) diantaranya berada di wilayah kawasan DAS Solo, yaitu Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Sragen, dan Magetan. Penyiapan menuju sertifikasi LEI sedang dilakukan di DAS Pemali Jratun yang meliputi Batang dan Pekalongan, dan DAS Cimanuk Cisanggarung, termasuk DAS Citanduy meliputi Garut, Sumedang, Majalengka, Brebes, dan Cirebon.
Keberhasilan 5 UMHR ini merupakan hasil kerja sama berbagai pihak, mulai dari komitmen masyarakat yang mengelola hutan rakyat, Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (PERSEPSI) sebagai penjamin dan pendamping, Dinas kehutanan (Dishut) kabupaten sebagai pendamping dan fasilitator, Dishut Provinsi Jawa Timur, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Solo dan Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) Kementerian Kehutanan, yang membantu dalam bentuk pendanaan maupun dukungan lainnya.
Sertifikasi ekolabel yang dikembangkan oleh LEI dipilih sebagai alat untuk membantu penyelamatan DAS karena standar sertifikasi LEI mendorong pelestarian lingkungan secara berkelanjutan sekaligus mendorong pemberdayaan masyarakat yang telah mengelola hutan secara lestari sehingga meransang pertumbuhan kesejahteraan masyarakat petani hutan.
Beberapa desa yang kami kunjungi yang memiliki hutan rakyat yang sudah mendapat serfikasi adalah Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno (Wonogiri), Dusun Ngasem, Desa Tinatar, Kecamatan Punung (Pacitan), Desa Dengok, Kecamatan Playen (Gunung Kidul). Semua kabupaten ini memiliki hutan jati rakyat yang sudah bersertifikasi ekolabel dengan standar LEI.
Jika anda mengunjungi lokasi ini, anda tidak akan percaya dulunya daerah ini adalah kawasan gersang dan berbatu. Sekarang sudah berubah, seluruh kawasan sudah rimbun dan hijau. Tegakan jati tersusun rapih dengan berbagai ukuran diameter kayu. Disela-sela tegakan jati juga ditanami beberapa jenis tanaman sayuran dan tanaman jangka pendek lainnya. Desa ini sudah lebih sejuk dan tentram. Selain membantu penyelamatan DAS karena kawasan ini berada di hulu, sumber mata air di daerah ini juga tetap terjaga dengan baik.
Berbagai keuntungan sudah mereka terima setelah mereka mendapatkan sertifikat ekolabel. Dengan persyaratan pola penebangan yang berkelanjutan, hutan tidak dibabat habis untuk keuntungan sesaat. Pola penebangan lebih terencana. Pola tebang butuh sudah mulai diminimalisir dengan terbentuknya koperasi disetiap kelompok tani. Harga kayu yang bersertifikasi juga lebih baik daripada kayu yang tidak bersertifikasi. Proses lacak balak atau asal kayu lebih jelas. Para pembeli tidak khawatir akan asal muasal kayu.
Selain menjual kayu yang bersertifikasi, mereka sekarang juga sudah mencoba mengolah limbah-limbah kayu (ranting-ranting kayu) yang tidak terpakai menjadi sebuah hand craft atau asesoris. Sehingga dari satu buah pohon jati sekarang semuanya bernilai. Ada beberapa jenis hand craft yang mereka buat dari kayu-kayu limbah seperti; meja, kursi, tempat pensil, pas bunga dan beberbagai macam pernak pernik lainnya. Semua produk yang mereka bikin ditampung oleh sebuah perusahaan furniture yang juga sudah bersertifikasi ekolabel yaitu PT Jawa Furni Lestari Yogyakarta.
PT Jawa Furni Lestari mempersiapkan masyarakat lokal untuk membuat sebuah produk setengah jadi. Untuk finishing sebuah produk dan mencari pasarnya akan dilakukan oleh PT Jawa Furni Lestari. Masyarakat lokal mendapat pelatihan bagaimana membuat sebuah produk dari kayu-kayu limbah. PT Jawa Furni Lestari tidak ingin masyarakat lokal hanya menjual bahan baku, mereka harus bisa mengolah bahan baku itu menjadi sebuah produk atau poduk setengah jadi. Keuntungan yang didapat jauh lebih baik jika masyarakat tidak hanya menjual bahan baku, tetapi sudah menjadi sebuah produk.
Semua produk yang sudah difinishing dipasarkan untuk ekspor dan sedikit untuk dijual ditingkat lokal. Jika anda mengunjungi Jogjakarta mungkin bisa mampir ke gallery PT Jawa Furni Lestari yang terdapat di Jalan Palagan Tentara Pelajar Km 8,2 Sariharjo, Ngaglik (RUMAH JAWA LESTARI LEATHER FURNITURE).
Melihat konsep sertifikasi dan bagaimana alur perjalanan sebuah pohon jati menjadi sebuah produk yang ada di jawa ini membuat saya tersenyum sendiri. Saya membayangkan coba dari dulu pengelolaan hutan di Indonesia seperti ini, mungkin masyarakat lokal yang tinggal disekitar hutan bisa berharap banyak terhadap keberadaan hutannya. Keberadaan hutan di negara kita masih bisa dinikmati dari generasi ke generasi berikutnya. Pengelolaan hutan kita bisa lebih bijak dan menguntungkan masyarakat lokal. Tetap memperhatikan dan melibatkan masyarakat lokal dalam membuat sebuah kebijakan dan keputusan. Tidak hanya menguntung segelintir orang penguasa dan pejabat negara ataupun pejabat daerah !!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment