Apakah anda pernah merasakan berdiri dibawah teriknya matahari yang sangat terik dan akhirnya membuat kepala kita pusing? Saya pernah merasakannya. Seminggu yang lalu saya mengunjungi salah satu land clearing area milik sebuah perusahaan di Kalimantan Tengah. Panasnya yang begitu dasyat dan tidak ada pohon untuk berlindung tak hayal membuat kepala saya pusing dan muntah-muntah setelah pulang dari area tersebut.
Ya… tepatnya pada tanggal 25-27 April 2010 saya melakukan perjalanan ke Kalimantan Tengah, mengunjungi dan mendokumentasikan sebuah areal yang sudah dibabat habis hutannya oleh sebuah perusahaan kelapa sawit. Kurang lebih 3000 ha areal hutan sudah dibabat habis untuk diganti menjadi tanaman kelapa sawit. Total luas kawasan hutan yang akan dibuka berdasarkan izin yang diperoleh mencapai puluhan ribu hektar.
Lokasi yang kami kunjungi adalah sebuah desa yang lokasinya cukup jauh dari Kota Palangkaraya. Butuh waktu tempuh kurang lebih 10 jam melalui jalur darat untuk mencapai lokasi tersebut. Desa yang kami kunjungi adalah Desa Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Karena berangkat dari Palangkaraya pada siang hari, maka kami harus bermalam dulu di Desa Kuala Kuayan, sebuah desa yang berada di tepi Sungai Mentaya. Kami tiba di Desa Kuala Kuayan sekitar pukul 7 malam. Masih dibutuhkan waktu sekitar 3 jam lagi untuk mencapai lokasi land clearing.
Saya berangkat ke Kalteng bersama dengan beberapa teman jurnalis yaitu dari Al-Jazeera, sebuah televisi berjaringan yang bermarkas di Doha, Qatar. Kami bersama-sama dengan Greenpeace mencoba mendokumentasikan bagaimana pengrusakan hutan yang terjadi di Kalimantan, tepatnya di Kotim.
Setelah menginap di sebuah penginapan yang sangat sederhana di Desa Kuala Kuayan, pada pagi harinya sekitar pukul 5 pagi kami mulai bergerak dengan mobil yang kami sewa untuk menuju lokasi yang ingin kami lihat dan dokumentasikan.
Karena begitu jauh perjalanannya dan sepanjang perjalanan juga dari hari sebelumnya tidak melihat hutan, membuat saya bertanya didalam hati “susah sekali melihat hutan disini, baru sekali ini saya berada disebuah daerah di Kalimantan yang benar-benar gersang dan tidak ada hamparan hutan sejak perjalanan dimulai dari Kota Palangkaraya”.
Perjalanan pada pagi hari menuju lokasi land clearing harus melalui jalan-jalan tanah yang berwarna merah. Walaupun kondisi jalan cukup kering karena tidak ada hujan, tetapi tetap saja ada beberapa titik jalan yang berlumpur. Saya pun sempat marah-marah dan jengkel sama sang driver karena tidak berani melewati jalan yang berlumpur tersebut. Butuh waktu sekitar 3 jam untuk memastikan sang driver dan mobil kijang Krista yang kami sewa berani melewati jalan yang kondisinya berlumpur dan berlobang.
Sekitar pukul 11.30 WIB kami tiba dilokasi land clearing yang memang sudah menjadi tujuan awal kami. Lahan-lahan yang topografinya bergelombang dan berbukit ini sekarang sudah diatur sedemikian rupa oleh alat-alat berat milik perusahaan untuk ditanami bibit kelapa sawit. Sejauh mata memandang sudah tidak adalagi satu pohonpun yang berdiri tegak. Semua sudah tumbang. Semua sudah kering kerontang. Apalagi panasnya matahari bersinar tanpa awan membuat seluruh kawasan ini terasa sangat panas. Sisa-sisa pohon hanya terlihat beberapa diperbatasan kawasan hutan yang dibuka.
Adalah sebuah anak perusahaan milik Sinar Mas yaitu PT Buana Adhitama yang memiliki konsesi untuk perkebunan tersebut. Greenpeace mengklaim perusahaan ini melakukan land clearing secara illegal karena mereka tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dalam melakukan aktivitas land clearing. Selain itu juga perusahaan ini tidak menaati peraturan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yaitu tidak melakukan aktivitas land clearing diareal yang memiliki nilai konservasi tinggi atau High Conservation Value Forest (HVCF) Assessment. Bedasarkan informasi dan data research beberapa lembaga, lokasi ini berbatasan langsung dengan habitat orang utan.
Greenpeace mencoba menyampaikan kejahatan ini ke beberapa pemegang saham Golden Agri Resources, salah satu perusahaan milik Sinar Mas yang sedang melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Singapura. Informasi tentang kampanye ini bisa lihat disini.
Selain itu juga, ternyata perusahaan ini ternyata bermasalah dengan masyarakat lokal yang ada disekitar areal perkebunan. Disaat kami sampai di lokasi areal land clearing, aktivitas land clearing sedang tidak berjalan. Ketika kami tanyakan kenapa tidak ada kativitas disini, sang penunjuk jalan mengatakan kepada kami bahwa satu hari sebelumnya ratusan masyarakat lokal mendatangi lokasi ini dan berdemo. Mereka meminta perusahaan menghentikan aktivitas land clearing dan aktivitas penanaman kelapa sawit karena masyarakat lokal tidak merasa tanah milik mereka dijual ke pihak perusahaan. Mereka mengatakan kepada kami bahwa ada beberapa oknum yang mengatasnamakan masyarakat lokal menjual tanah tersebut ke perusahaan.
Perjalanan yang jauh. Pemandangan yang luar biasa dasyat, yaitu pengrusakan hutan yang sangat luas. Menjadikan pengalaman tersendiri disaat saya melakukan trip ini. Apalagi ketika pulang, harus menempuh waktu yang lama untuk sampai langsung ke Kota Palangkaraya. Dari lokasi tersebut sore harinya kami langsung menuju Kota Palangkaraya. Butuh waktu sekitar lebih dari 10 jam untuk tiba di Palangkaraya. 8 jamnya harus melalui jalan tanah dan koral/batu krikil. Kepala saya yang pusing berat karena berjemur dibawah terik matahari pada siang harinya membuat saya tidak bisa menahan sesuatu yang ingin keluar dari dalam perut alias muntah. Semua makanan dan minuman yang saya makan dan minum dari padi sampai siang keluar saat itu juga. Kondisi jalan yang jelek membuat saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyandarkan kepala dibantalan korsi mobil bagian depan dan berharap bisa cepat sampai ke Kota Palangkaraya.
Foto dicuplik darisini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment