Karena tulisan ini sangat menarik bagi saya. Bisa menjadi bahan renungan saya kita sebelum tidur dimalam hari. Mengingat kembali apa yang sudah saya lakukan untuk keluarga, kerabat, dan orang lain yang tersebar diseluruh nusantara ini.
Terima kasih kepada yang menulis. Mohon maaf saya copy dan saya taroh disini.
Gie.. memang sebuah nama yang besar..
Semoga saya masih bisa melangkah didunia ini dengan sebuah idialisme yang saya miliki. Melangkahkan kaki di negara yang memang sudah hancur. Kacau. Kejam. Ibarat sebuah kendaraan, negara ini sudah tidak tahu lagi mau pergi kemana. Mau diarahkan kemana. Semua dijalankan oleh sopirnya semau-maunya sendiri. Sesuka-suka sopirnya. Tidak peduli penumpangnya resah karena tidak sesuai dengan tujuan yang dia inginkan.
Selamat tahun baru 2011.
Semoga kita bisa berbuat dan bersikap sesuai dengan idealisme kita. Tidak dibuat-buat. Tidak mengada-ada. Jujur dan punya integritas.
Bogor, 30 Desember 2010
Een Irawan Putra
----------------
Soe Hok Gie ; dalam sebuah surat
Oleh: Pers Mahasiswa Indonesia
Dhan, apa kabar Indonesia kini? Ramai kukira, kudengar sedang ramai bicara kerbau. Kenapa memangnya? Sudah lama saya tidak mendengar tanah kelahiran saya. Ah ya, kemarin saya bertemu dengan Gus Dur, orang baik, ia menyenangkan, aku dan Ahmad Wahib ketawa terpingkal dibuatnya. Ah jika aku bertemu dengannya sejak lama mungkin aku tobat jadi atheis. Hehehehe tapi aku tau kau takan percaya. Gus ini anak kyai rupanya, banyak ia bercerita tentang islam dan yang bukan islam. Rupa-rupanya ia tahu aku gak percaya tuhan barangkali. Aku sebenarnya iri melihat dia. Dia telah tenang dalam Tuhannya. Dia sudah bersatu dengan Tuhannya. Katanya ia pernah jadi presiden, 2 tahun lantas ia bosan lalu diberhentikan. Oleh DPR katanya, yang ia tuduh mirip Taman Kanak-Kanak. Aku dan Wahib sekali lagi keras tertawa.
Siapa presiden kita kali ini Dhan? Militer lagi ataukah sudah teknokrat? Aku ingin suatu saat Indonesia dipimpin oleh Filsuf atau Budayawan. Biar ia bijak, atau setidaknya ia mungkin bisa berpikir secara lebih baik, bukan lagi tentang untung rugi, tapi baik buruk. Jangan lagi presiden dari golongan kyai atau pastur, mereka suruh perbaiki umat saja, jangan ikut berpolitik. Dulu ada Buya H.A.M.K.A, orang hebat dan baik ia Dhan. Berani ia kritik Soekarno, kudengar ia
sahabat Hatta.
Dhani masihkah kau suka membaca? Aku ada buku bagus, buku lama tapi semoga kau suka. Dr. Zhivago judulnya, Pasternak yang menulis. Boris Pasternak, ah si manusia itu yang sampai akhir hayatnya menolak berkompromi dengan sesama manusia, sampai saat ini tak sempat aku menulis tentangnya Dhan. Kapan-kapan kau tulis tentangnya, nanti kubaca. Jangan pacaran terus, ya aku tahu, kau sedang dekat dengan seorang gadis padang. Kawanmu Rasul bercerita, ia tiba lebih dahulu sebelum Gus Dur. Aktifis ia Dhan? Katanya dari LPM Keadilan. UII Jogja, anak sebaik dan secemerlang itu. Sayang sekali, kenapa pemuda hebat selalu cepat kesini. Sedangkan para pemabuk dan penggila pesta selalu berhayat panjang. Tapi yah, beruntunglah mereka yang mati muda, dan yang tak pernah dilahirkan.
Masih kau jadi anggota Tegalboto? Nama yang aneh brick field? Hahaha jangan marah Dhan, apapun namanya jika ia berguna tak apalah. What is a name kata Shakespeare. Sebagai wartawan kau musti tau tugas pers. Jangan kau ikuti kata presiden Soekarno dulu saat ia buka jurusan jurnalistik di pada masaku. Ia bilang tugas pers adalah menggambarkan cita-cita muluk kepada rakyat supaya nafsu yang baik dari rakyat berkobar kembali. Seolah hendak dikatakan presiden, tugas pers ialah meninabobokan rakyat. Bukan inilah tugas pers melainkan menggambarkan kebenaran pada pembaca. kalau pemberitaan itu merugikan kelompok tertentu maka berita itu harus disiarkan. Kita sering dininabobokan bahwa produksi padi naik, produksi kain maju, gerombolan dikalahkan dan seterusnya
beginilah kemerdekaan pers di indonesia potonglah kaki tangan seseorang lalu masukan ditempat 2x3 meter dan berilah kebebasan padanya. inilah kebebabasan pers di indonesia.
Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian.
Saya bukan Ubermensh Dhan, kadang saya lelah bergulat dengan pemikiran saya sendiri. Memikirkan tentang rakyat, bangsa dan kemanusiaan. Tapi apapun yang terjadi saya menolak untuk berkompromi dengan penindasan. Lebih baik mati diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Dan sekarang makin saya geli melihat kawan-kawanmu, generasi mahasiswa kala ini sedang galau. Sibuk mencari eksistensinya sendiri. Kulihat kau pun demikian, lebih sering update status Facebook daripada ibadahmu. Generasi Facebook, menyedihkan dan jika kau kemudian ikut arus di dalamnya. Dan kupikir kamu akan terjebak dalam identitasnya.
Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun. Kau tak percaya? Lihat saja demonstrasi mahasiswa saat ini, norak, kampungan! Dulu aku benci sekali dengan mahasiswa oportunis yang sok-sokan menjadi bagian dari sebuah sistem parlemen. Sistem itu busuk Dhan, tapi melihat mahasiswa demonstrasi dengan membawa batu, parang, kayu dan bensin. Mereka mau menjalankan demokrasi atau sekedar sok jagoan?
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi. Busuk bukan? Ya, yah aku ingat kau dulu pernah bercerita tentang kawan-kawan ekstramu yang kau bilang busuk itu. Tapi kita harus adil Dhan, Seorang intelektual harus adil sejak dalam pikiran dan perbuatan. Pram bilang begitu, oh ya dia titip salam. Lama ia tak baca lagi tulisanmu, mandul kau katanya? Ayo menulis Dhan, ajak teman-temanmu sekalian. Jangan mau jadi renik dalam sejarah yang hanya numpang kuliah tanpa bisa memberi jejak dalam sejarah.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?. Karena kau tau Dhan? Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis. Aku muak dengan FPI Dhan, memangnya agamamu memerintahkan umatnya membawa parang kemana-mana lalu menghancurkan tempat yang dituduh maksiat? Beruntunglah aku yang tak beragama ini jika demikian. Agama harusnya membawa kedamaian Dhan, jika pun Tuhan memang ada tak mungkin ia menyuruh umatnya membacok sesamanya hanya karena berebut lahan parkir atau karena tak dapat jatah uang keamanan.
Sudahkah kau lulus Dhan? Jangan lulus dulu, tuntaskan dulu tanggung jawabmu sebagai intelektuil, bukan aku menyuruhmu malas. Tapi sesuaikan dengan tanggung jawabmu sebagai Agent of enlighment. Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru. Mereka harus bisa bebas disegala arus-arus masyarakat yang kacau, seharusnya mereka bisa berpikir tenang karena predikat kesarjanannya. Lalu hiduplah dengan keyakinan teguh. Karena kau tau, saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin. Karena saya tak mau diam melihat penindasan. Dan saya lebih tak suka melihat orang-orang munafik Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
Kau tentu ingat puisiku Dhan, Puisi yang kubuat saat sedang galau. Yah pasti kau lupa, tak suka aku dengan tabiatmu ini. Baiklah kutulis ulang untukmu Dhan.
Saya mimpi tentang sebuah dunia, Di mana ulama - buruh dan pemuda, Bangkit dan berkata - Stop semua kemunafikan, Stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Dan para politisi di PBB, Sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu dan beras, Buat anak-anak yang lapar di tiga benua,Dan lupa akan diplomasi. Tak ada lagi rasa benci pada siapa pun, Agama apa pun, ras apa pun, dan bangsa apa pun, Dan melupakan perang dan kebencian, Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik. Tuhan – Saya mimpi tentang dunia tadi, Yang tak pernah akan datang.
Hadapilah cita-cita ini Dhan, karena buat apa menghindar? Cepat atau lambat, suka atau tidak, perubahan hanya soal waktu. Semua boleh berubah, semua boleh baru, tapi satu yang harus dipegang; kepercayaan. Karena kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras ... diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil ... orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur. Bergeraklah Dhan, tubuhmu terlalu gemuk, terlalu banyak makan junkfood. Jangan kau bilang peduli rakyat, jika makanmu masih seperti priyayi. Bergeraklah Dhan, ayo didik masyarakatmu dengan kata-kata dan buku. Karena kau tahu, percuma hidup jika kau tak dapat berkarya.
Suatu gerakan hanya mungkin berhasil bila dasar-dasar dari gerakan tersebut mempunyai akar-akarnya di bumi tempat ia tumbuh. Ide yang jatuh dari langit tidak mungkin subur tumbuhnya, hanya ide yang berakar ke bumi yang mungkin tumbuh dengan baik. Berakar menghujam seperti beringin. Maka jika kau lihat mengapa Orde Baru kuat mengakar, ya mungkin karena lambang partainya adalah beringin. Akan lain cerita jika lambangnya adalah pohon toge.
Kalau kau tak sanggup menjadi beringin yang tegak dipuncak bukit, Jadilah saja belukar. Tapi belukar terbaik yang tumbuh ditepi danau. Kalau kau tak sanggupmenjadi belukar, jadilah saja rumput. Tapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan. Tidak semua jadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya. Karena bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu. Tetapi jadilah saja dirimu, sebaik-baiknya dirimu sendiri.
Dhan, aku mau kau dan generasimu mengerti. Bahwa pendidikan adalah satu-satunya alat menuju kondisi yang lebih baik. Ayo bangkit Dhan, jangan malas, jangan hanya bisa nonton sinetron. Tak malu kau pada kami? Aku dah Ahmad Wahib, Munir, kau tau Munir kan? Orang cemerlang itu, yang selalu datang dengan sepeda motor tuanya? Ia hebat karena mau belajar, sekolah dan membaca, pejuang ia Dhan. Tak mau kau seperti ia? Bukan sebagai superhero macam Superman, itu Cuma dagelan. Jadilah hebat karena kau peduli dan jujur. Atau seperti Marsinah, ya Marsinah wanita besi itu datang dengan berbagai persoalannya, tapi ia lega Dhan, selama hidup ia sudah jujur, jujur untuk melawan kesewenangan, ayo lah Dhan. Tak perlu dengan agitasi turun ke Jalan, bisa kau bikin macam Si Rendra, berpuisi. Jangan diam Dhan, diam hanya macam orang kejam. Karena diam dan kasihan adalah laknat kutukan pada hati manusia. Ingatlah Dhan, apatisme lahir karena dua hal, kau terlalu bodoh untuk berpikir atau terlalu egois untuk perduli.
Sahabatmu, Gie.
N.B : aku baca tulisanmu, jelek! Macam tukang kutip saja, perbaiki Dhan. Kutunggu kau untuk jadi Martir.
*Ditulis ulang untuk mengenang Soe Hok Gie, ditulis dengan campuran berbagai kutipan catatannya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment