Monday, June 8, 2009

Berkunjung ke Kasepuhan Cipta Mulya

Tiga hari yang lalu saya dan dua orang teman melakukan perjalanan ke Kasepuhan Cipta Mulya, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kami mengunjungi kampung ini untuk melihat peralatan musik tradisional yang mereka miliki dari dulu sampai dengan sekarang. Karena saya kurang memahami dan mendalami tentang dunia permusikan tadisional, akhirnya saya hanya mendokumentasikan saja. Plus jalan-jalannya.

Kampung Cipta Mulya terdapat sekitar 60 KK, dimana sekarang ini dipimpin oleh seorang abah yaitu Abah Uum. Nama Lengkap beliau Uum Sukma Wijaya. Beliau memimpin kampung ini sejak tahun 2002. Setelah abah sebelumnya (adik abah Uum) meninggal dunia.

Kampung Cipta Mulya tidak berbeda jauh dengan kampung kasepuhan lainnya yang ada di Sukabumi dan Banten. Bentuk rumah penduduk yang terbuat dari kayu berdindingkan bambu, beratap ijuk. Terdapat rumah besar tempat tinggal Abah (Imah Gede), dan juga Leuit atau tempat penyimpanan gabah.

Bercerita tentang leuit dan gabah, masyarakat adat kasepuhan mempunyai budaya yang sangat unik dan menurut saya sungguh bijaksana. Padi bagi masyarakat kasepuhan adalah sebuah tanaman yang sangat di agungkan. Hampir seluruh masyarakat adat kasepuhan menanam padi di lahannya, baik padi persawahan maupun padi darat. Hasil-hasil panen mereka simpan di sebuah lumbung yang disebut dengan leuit. Padi hasil panen tidak pernah mereka jual kecuali jika memang hasil panennya sangat banyak dan berlebih. Namun, jika padi ini sudah menjadi beras masyarakat adat kasepuhan dilarang menjual beras, menjual nasi ataupun makanan yang terbuat dari beras. Mereka percaya jika mereka menjual beras ataupun nasi, nantinya mereka akan terkena musibah. Saya sangat mengagumi budaya ini. Mereka kaya akan beras, mungkin juga nama lainnya adalah swasembada beras, tapi mereka tidak pernah mau menjualnya.

Untuk menumbuk padi menjadi beras, mereka juga melakukannya secara tradisional. Menumbuk dengan menggunakan lesung. Jika ada acara-acara tertentu para wanita secara beramai-ramai menumbuk padi dilesung yang panjang. Terdengar bunyi lesung yang berirama dan harmonis. Suasana pagi saat itu masih terasa sangat dingin. Saya langsung mencari sumber bunyi yang sangat mengagumkan. Setelah saya menemui dimana lokasinya, tenyata para ibu-ibu tersebut sedang beramai-ramai menumbuk padi untuk acara pernikahan salah satu warganya. Sungguh damai dan indah kampung ini. Hidup harmonis bersama alam dan kebersamaan yang tetap terjalin dengan baik.

Disaat saya memasuki imah gede, saya melihat para ibu-ibu lainnya sedang ramai di dapur. Dengan senda gurau meraka memasak beberapa jenis makanan untuk sebuah acara nanti malam. Acara disetiap bulan purnama. Malam hiburan dan pentas seni budaya. Dalam hati saya hanya berdecak kagum. Sungguh beruntung mereka tinggal dan hidup di kampung ini. Damai dan tentram. Jauh dari hiruk pikuk orang-orang yang selalu sibuk dengan dirinya masing-masing. Sikut-sikutan dalam dalam persaingan pekerjaan mereka. Jauh dari ramainya orang bicara tentang caleg dan kampanye pemilihan presiden. Seolah-olah mereka tidak peduli siapa presidennya. Yang penting kedamaian dan ketentraman yang ada di kampung mereka tidak terusik. Kekayaan alam dan berlimpahnya hasil panen padi mereka tidak terganggu. Setiap tahun mereka tetap bisa merayakan kebahagiaan hasil panen mereka. Merayakan serean taun. Pesta untuk ucapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmad yang diberikan kepada mereka...

Terkadang jika melihat ketentraman seperti ini, ingin rasanya saya tinggal disini atau disebuah kampung dimana saya bisa merasakan juga betapa damainya tinggal disebuah kampung yang kaya akan sumberdaya alam. Hidup dengan penuh rasa kebersamaan. Jauh dari gangguan orang-orang yang serakah dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Tapi apa hendak dikata. Setiap saya membuka mata dipagi hari, saya harus menjalankan garis kehidupan yang sudah ada yang sampai sekarang saya belum mampu membuat garis kehidupan yang baru. Bahkan membayangkan garis-garis baru saja saya belum mampu....

No comments:

Post a Comment