Tapi ayah akan tetap bercerita. Saat ini, cerita ini adalah kenyataan. Benar-benar terjadi. Ayah tidak tahu jika kamu besar nanti, seumur ayah, apakah cerita ini akan menjadi sebuah dongeng. Atau mungkin tetap akan menjadi sebuah kenyataan.
Limbah B3 pabrik yang dibuang langsung ke Sungai Citarum di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung
Disaat usiamu memasuki 8 bulan didalam kandungan. Ayah bersama beberapa teman dari sebuah lembaga peduli lingkungan internasional melihat dan merekam situasi terakhir sebuah sungai yang terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Sungai Citarum namanya. Panjang sungai ini sekitar 300 km. Sungai ini berhulu di lereng Gunung Wayang, di Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung. Pada tahun 2007 lalu, sungai ini menjadi salah satu sungai dengan tingkat pencemaran tertinggi di dunia.Kamu pasti akan bertanya, kenapa Sungai Citarum menjadi sungai paling tercemar di dunia. Saat ini dari hulu sampai hilir Sungai Citarum terdapat sekitar 1500 pabrik atau industri. Pabrik ini membuang limbahnya langsung ke Sungai Citarum. Sekitar 2800 ton limbah cair dibuang ke Sungai Citarum. Dan kamu tahu nak, pabrik-pabrik ini sudah membuang limbahnya sejak mereka berdiri di sepanjang Sungai Citarum. Yaitu sejak tahun 1979. Sudah 34 tahun. Sejak ayah belum lahir. Ayah saja baru menyadari hal itu. Ayah saja belum menikmati keindahan Sungai Citarum dan juga bersihnya air Sungai Citarum. Apalagi kamu yang baru akan lahir?
Kamu pasti akan bertanya lagi, kenapa ayah ke Sungai Citarum. Disaat kamu masih usia 8 bulan didalam kandungan ayah berangkat ke Bandung untuk melihat kondisi Sungai Citarum. Karena pada ada tanggal 5 Juni 2013, disaat peringatan hari lingkungan hidup sedunia, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menyampaikan pidatonya ke publik bahwa air Sungai Citarum bisa langsung diminum pada tahun 2018. Banyak orang yang bertanya apakah mungkin dengan kondisi air yang saat ini tercemar berat bisa diminum pada tahun 2018. Apakah Ahmad Heryawan hanya sesumbar dan hanya menebar janji saja karena baru terpilih kembali menjadi Gubernur Jawa Barat. Banyak orang yang ayah wawancarai untuk minta pendapatnya tentang pidato sang Gubernur tersebut. Semua orang yang ayah wawancarai menyatakan tidak percaya dengan pidato tersebut. Semua orang sudah bosan dengan pidato-pidato politik penjabat publik. Yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah sebuah langkah aksi nyata. Sebuah terobosan baru seorang pejabat publik dalam memecahkan masalah sosial dan lingkungan yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia.
Ayah melihat beberapa titik lokasi pembuangan limbah di Sungai Citarum. Mulai dari Majalaya, Dayeuhkolot, dan Margaasih, Kabupaten Bandung. Limbah, sampah dan sungai yang bau yang ayah temui disana. Di Majayala, persis dipinggir sawah yang para petaninya sedang panen padi yang dia tanam, mengalir dengan seenaknya limbah dari 10 pabrik yang ada disekitar sawah tersebut. Warna airnya berubah-ubah. Saat ayah tiba, airnya berwarna coklat tua. Ketika beberapa jam kemudian airnya berubah menjadi hijau tua. Ayah berjalan menelusuri aliran limbah tersebut. Ternyata berakhir di Sungai Citarum.
Pak Jumar, Warga Margaasih, Kabupaten Bandung, yang rumahnya persis berada di pinggir Sungai Ciliwung, tertawa terbahak-bahak ketika ayah sampaikan pertanyaan apakah dia percaya air Sungai Citarum bisa diminum pada tahun 2018. Dia bahkan berani pasang taruhan sama ayah klo itu bisa terjadi. Mang Enkos, Warga Majalaya, garuk-garuk kepala. “2018 air citarum bisa diminum…..? ahhh belum tentu… belum tentu… belum tentu…” jawabnya. Adapun, Abah Dayat, warga Dayeuhkolot yang sudah 61 tahun tinggal dipinggir Sungai Citarum mengatakan bahwa baru tahun inilah dia jijik melihat air Sungai Citarum. Limbah dan sampah dimana-mana.
Walaupun presiden sudah ganti beberapa kali. Sudah beberapa kali ganti menteri, gubernur, bupati dan walikota, semua seperti tidak bisa berbuat apa-apa untuk Sungai Citarum. 30 tahun lebih dibiarkan saja pabrik-pabrik itu membuang limbah seenaknya ke Sungai Citarum. Tidak peduli bahwa jutaan orang yang ada di Majalaya sampai Karawang masih tergantung terhadap keberadaan air yang ada di Sungai Citarum tersebut. Jutaan orang menggunakan air Sungai Citarum untuk irigasi persawahan. Sumber air minum dari PDAM di Bekasi dan Jakarta dari Sungai Citarum. Bahkan air Sungai Citarum juga untuk energi listrik di Jawa. Pejabat negara ini tidak peduli dengan kerusakan Sungai Citarum. Tapi marah-marah jika air PDAM di rumahnya mati. Memaki-maki jika aliran litrik di rumahnya padam. Menyalahkan orang lain jika rumahnya kebanjiran. Betapa egoisnya hidup mereka di dunia ini nak. Ayah berharap jika kamu besar nanti tidak seperti mereka!.
Belajarlah peduli sesama umat manusia dan lingkungan sekitarmu sejak kamu kecil. Saat ini, sudah terlalu banyak warga negara Indonesia yang pintar dan berpendidikan tinggi. Orang-orang pintar dan bangga menyandang banyak gelar ini menduduki berbagai posisi strategis dalam membuat sebuah kebijakan. Tapi sayang, mereka tidak punya hati nurani. Tidak punya ahklak yang baik. Tidak peduli hak orang lain. Tidak pernah diajari bagaimana merangkul dan memberikan hak orang yang lemah agar mereka punya hak hidup yang layak. Tidak mau mengotori tangannya dengan memungut sampah yang ada di depan mukanya. Hal-hal kecil saja mereka tidak mau melakukannya. Apalagi melakukan sesuatu hal yang lebih besar untuk sebuah kebaikan umat. Untuk sebuah kelestarian sungai dan lingkungan. Apalagi klo mengharapkan air Sungai Citarum bisa langsung diminum pada tahun 2018.
Limbah B3 yang dibuang langsung ke Sungai Citarum di daerah Dayeuhkolot. Agar tidak terlihat pipa limbah ini ditaroh didasar Sungai Citarum
Air Sungai Citarum yang sudah berwarna hitam pekat beserta sampah yang berada di daerah Margaasih
Pak Jumar, warga Margaasih, Kabupaten Bandung tidak percaya air Sungai Citarum bisa langsung diminum pada tahun 2018
Jika kamu sudah besar nanti dan sudah bisa akses internet, kamu bisa lihat video tentang Sungai Citarum. Silahkan lihat disini.
(Tulisan ini saya buat untuk menyambut kelahiran anak pertama saya dalam beberapa hari kedepan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment