Thursday, April 7, 2011

Hutan Desa Lubuk Beringin: Berpijak dari kearifan lokal

Seminggu yang lalu saya memiliki kesempatan untuk berkunjung ke lokasi hutan desa di Kabupaten Muaro Bungo, Jambi. Awalnya tujuan perjalanan saya ke Jambi adalah untuk mendokumentasikan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang ada di Jambi dan mendokumentasikan beberapa kelompok Suku Bathin IX dan Suku Anak Dalam (SAD) yang sering disebut orang rimba yang tergusur dari kawasan hutan mereka.

Karena jadwal untuk masuk ke kelompok orang rimba masih bentrok dengan kegiatan lembaga pendampingnya, akhirnya saya diajak oleh seorang teman di Jambi untuk melihat lokasi hutan desa. Berhubung saya belum tahu banyak seperti apa pengelolaan hutan desa dan bagaimana mekanisme hak kelolanya, saya memutuskan menerima tawaran tersebut.

Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. Izin kelola kepada masyarakat merupakan amanat dari ketentuan UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Permenhut P.49/2008 Tentang Hutan Desa.

Untuk mendapatkan izin pengelolaan hutan desa, harus melalui beberapa tahapan sampai dengan terbitnya SK Penetapan Areal Hutan Desa. Tahapan pertama dimulai dari permohonan usulan dari masyarakat kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati setempat. Kemudian Bupati mewakili pemerintah daerah mengeluarkan surat rekomendasi dan dilanjutkan dengan usulan penetapan areal kerja hutan desa ke Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan atas dasar surat Bupati akan menurunkan tim verifikasi. Setelah dilakukan verifikasi, maka Menhut akan menerbitkan SK Penetapan kawasan hutan sebagai Areal Kerja Hutan Desa berdasarkan luas yang diusulkan dengan jangka waktu hak kelola biasanya selama 35 tahun dan dapat di perpanjang.

Hutan desa yang saya kunjungi di Muaro Bungo adalah Hutan Desa Lubuk Beringin. Hutan desa ini kabarnya merupakan hutan desa pertama yang ada di Indonesia. Sebuah dusun kecil yang berada di kawasan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur. Hulu Sungai Buat. Jumlah penduduk di dusun ini sekitar 331 jiwa atau sekitar 86 KK.

Dusun ini perlahan mulai terkenal sejak seorang menteri kehutanan pada tahun 2009 datang langsung ke dusun ini dan memberikan hak kelola kepada masyarakat melalui SK Menteri Kehutanan RI tentang Pencadangan areal Kerja Hutan Desa Dusun Lubuk Beringin dengan luas 2.356 ha.

Disaat berada di dusun ini saya benar-benar merasakan sebuah kedamaian dan keharmonisan masyarakat yang tinggal disebuah kampung dengan kekayaan sumberdaya alamnya. Sumber ekonomi yang cukup. Tidak pernah merasakan kekurangan bahan pangan karena produksi padi yang selalu ada setiap tahunnya. Sumber air yang melimpah dan jernih. Sebuah sungai besar yang jernih dan bersih mengalir disepanjang dusun ini membuat keharmonisan itu semakin nyata.

Setiap pagi masyarakat dusun lubuk beringin berangkat menyadap karet sebagai mata pencaharian mereka. Sebagian keluarga, setelah menyadap karet mereka langsung menuju sawahnya yang sudah mereka tanami padi. Membersihkan tanaman-tanaman padi dari rumput-rumput atau sekedar mengecek aliran air klo-klo ada yang tersumbat untuk menuju sawahnya. Anak-anak muda terkadang secara berkelompok berlari menuju sungai dengan membawa senjata terbuat dari kayu-kayu bekas dan karet ban dalam sepeda motor untuk menembak ikan didalam sungai. Mata tembak terbuat dari jari-jari sepeda atau besi-besi kecil dari payung bekas. Kacamata selamnya pun buatan sendiri.

Hutan desa bagi mereka adalah sumber mata pencaharian dan juga sekaligus penyelamat alam dan lingkungan. Dengan adanya hutan desa mereka bisa sedikit tenang karena kawasan tersebut sudah diberi hak kelolanya oleh pemerintah kepada masyarakat desa. Tidak lagi khawatir pemerintah dalam waktu dekat bisa saja memberikan izin-izin konsesi kepada perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit ataupun hutan tanaman industri (HTI).

Beberapa manfaat yang mereka dapatkan dari hutan ini adalah sumber mata air yang melimpah. Di sawah-sawah mereka selalu mengalir air-air jernih. Begitu juga tanaman-tanaman lainnya yang ada diladang-ladang mereka. Air yang mengalir di sungai juga mereka manfaatkan untuk sumber energi listik dengan menggunakan kincir air. Kepala Desa Lubuk Beringin yang sering disebut ‘Rio’ yaitu Hadirin menyampaikan bahwa energi listrik yang ada di desanya dibangun secara swadaya masyarakat dan gotong-royong.

Sebelum adanya hutan desa ini, memang kami sudah lama menjaga hutan yang ada di desa kami. Masyarakat sangat menyadari pentingnya hutan bagi mereka. Dari dulu kami juga sudah ada aturan adat dan juga sekarang juga dituangkan menjadi Peraturan Desa (Perdes). Klo menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon. Kami juga akan memberikan sanksi sosial bagi yang melanggar. Misalnya klo dia mengadakan acara pernikahan ataupun syukuran (seperti khitanan) kami tidak akan menghadirinya” ungkap Hadirin. Masyarakat Dusun lubuk Beringin sudah mengetahui aturan-aturan adat dan aturan desa. Mereka tidak mau diasingkan oleh kelompok masyarakat yang lainnya.

Rio juga berharap kedepannya akan semakin banyak masyarakat yang datang berkunjung ke dusun mereka. Baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Karena sudah banyak yang berkunjung ke dusun Lubuk Beringin. Melihat keramahan masyarakat dan potensi-potensi sumberdaya alam yang mereka miliki. Saat ini mereka sudah melakukan survey dibeberapa tempat untuk lokasi ekowisata. Camping ground, areal tracking, dan pemandian di sungai yang jernih dan bersih sudah disiapkan.

Ketika selesai melakukan interiview dengan Rio, saya diajak mandi di sungai. Kebetulan sudah lama sekali saya tidak mandi di sungai besar yang bersih dan jernih yang berada di hulu daerah aliran sungai. Saya mandi di sungai seperti ini mungkin tahun lalu ketika saya pulang kampung. Sangkin hebohnya dan benar-benar menikmati mandi di air yang jernih, 3 jam berlalu tanpa terasa didalam sungai dengan berenang-renang kecil dan duduk-duduk disekitar sungai. Benar-benar menikmati indahnya sungai yang ada di depan mata. Beberapa hari setelahnya punggung saya kulitnya mengelupas semua karena terbakar oleh sinar matahari. Sampai sekarang masih berbekas.

Sebuah kenikmatan yang jarang saya rasakan dalam banyak perjalanan saya. Menikmati keindahan alam dan kekayaan alam Indonesia. Keharmonisan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang tinggal disekitar kawasan hutan. Beberapa tahun ini perjalanan saya banyak mengunjungi daerah-daerah konflik antar masyarakat lokal/adat dengan perusahaan perkebunan dan perusahaan kehutanan, konflik dengan pemerintah lokal, dan kawasan hutan yang sudah hancur berantakan. Melihat puing-puing keharmonisan. Meratap, merekam dan menyaksikan jeritan-jeritan mereka.

Untuk melihat video singkat Hutan Desa Lubuk Beringin silahkan lihat disini

3 comments:

  1. Wah... gitu yaa..
    Selama ini aku cuma dgr cerita ttg Muaro Bungo lewat teman (Ada temanku yang asalnya dari situ). Tapi ceritanya emang bukan tentang suku dan keindahan alamnya... Baru tau dari sini..

    Btw.. Sapa tuh yang berenang dgn asiknya?? Mantap.. sampe gak kerasa punggungnya kebakar.. :D

    ReplyDelete
  2. Enak loh berang disana.. selalu merindukan sungai yang bersih :)
    Alhamdulillah punggung sudah baikan hehehe

    ReplyDelete