Tuesday, March 3, 2009

Listrik Tenaga Air

Saya sangat senang sekali dalam melakukan perjalanan beberapa bulan belakangan ini (Desember 2008-Februari 2009). Mulai dari perjalanan ke Desa Sukamulya, Kecamatan Tanjung Raja, Lampung Utara. Ke Desa Pekandangan, Kecamatan Pubian, Lampung Tengah. Dan terakhir beberapa minggu yang lalu berkunjung ke Desa Cibuluh, Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan. Saya senang karena saya bisa melihat langsung bagaimana masyarakat desa bisa berinovasi dan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Hemat dan Efisien.

Salah satu inovasi yang mereka lakukan adalah membuat energy listrik dari tenaga air atau yang lebih dikenal dengan Pembangkit Microhydro. Pembangkit listrik tenaga air ini mudah sekali membuatnya. Hanya membutuhkan aliran air yang stabil dan tidak kering disaat musim kemarau. Biaya yang dibutuhkan juga tidak terlalu mahal. Apalagi jika dibuat secara bersama-sama dan secara swadaya. Masyarakat tidak perlu lagi tergantung dengan Listrik dari PLN yang semakin lama semakin krisis keadaannya dan biaya pasang serta tagihannya juga sangat mahal.

Disini saya tidak mau membicarakan bagaimana cara membuat Listrik Mikrohydro ini. Karena saya tidak paham mengenai mekanisme detail cara membuatnya. Baik itu yang sederhana (terbuat dari kincir kayu) ataupun yang sudah menggunakan mesin turbin yang menghasilkan energy puluhan ribu watt. Jika ada yang beminat mempelajarinya secara detail silahkan berkunjung ke salah satu desa yang saya sebutkan tadi. Disini saya hanya akan menceritakan apa manfaat energy microhydro ini dari sisi ekonomi dan sisi ekologis dari pengalaman saya berkunjung ke tiga desa tersebut. Bagaimana masyarakat di tiga desa tersebut sudah sadar akan pentingnya kelesatarian hutan bagi desa mereka dan secara bersama-sama membangun desa. Sekarang masyarakat di tiga desa tersebut sudah kompak dalam menjaga kelestarian hutannya.

Desa Sukamulya

Saya berkunjung ke desa ini pada bulan Desember tahun lalu. Setelah pulang dari Bengkulu saya dan teman-teman dari Depatemen Kehutanan mampir ke desa ini. Niat kami kesini adalah untuk mendokumentasikan kegiatan Hutan Kemasyarakatan yang dilakukan oleh beberapa kelompok tani di Desa Sukamulya.

Desa Sukamulya cukup jauh lokasinya dari jalan raya (Lintas Sumatera). Untuk menuju kampunnya juga diperlukan mobil yang memiliki double garden. Karena jalan menuju desa masih jalan tanah dan berbatu. Apalagi ketika kami kesana musim hujan. Jalanan penuh lumpur dan membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke desa. Ditengah perjalanan mobil kami sempat slip dan tidak bisa melewati tanjakan yang berlumpur. Akhirnya harus menunggu bantuan mobil kampas yang ke empat rodanya sudah dililit rantai untuk menarik mobil-mobil kami. Di tengah malam yang gelap dan hujan kami masih bergelut dengan lumpur.

Keadaan desa Sumbermulya masih cukup asri. Dibelakan desa penuh dengan ladang-ladang kopi dan tanaman keras lainnya. Sesuai dengan ketentuan HKM yaitu menanam tanaman berkayu disela-sela tanaman lainnya, didesa ini sudah cukup banyak pohon-pohon keras yang ditanam. Mulai dari Mahoni, Kemiri, Durian, dan tanaman berkayu lainnya.

Sebelumnya seluruh masyarakat desa ini membuat ladang secara sembunyi-sembunyi diareal hutan lindung. Tapi sekarang setelah mendapat izin kelola selama 35 tahun dari Departemen Kehutanan, masyarakat desa sudah nyaman dan tidak takut lagi membuat ladang disana. Mereka juga sudah sadar, agar tetap diizinkan untuk bercocok tanam diladang mereka harus menjaga kondisi hutannya untuk tetap baik dan menanam tanaman berkayu disela-sela tanaman mereka.

Karena kondisi air sungainya cukup baik dan didesa ini tidak masuk listrik dari PLN. Masyarakat desa berinisiatif membuat kincir-kincir yang menghasilkan energy listrik untuk satu rumah. Karena sudah ada yang berhasil menghasilkan listrik dari aliran air sungai, beberapa masyarakat desa Sukamulya secara swadaya membeli mesin turbin yang cukup besar yaitu sekitar 5000 watt. Satu turbin 5000 watt bisa menerangi 10-15 rumah. Dan beberapa rumah juga bisa menonton televisi. Listrik selalu menyala selama 24 jam. Terkadang siang haripun dibiarkan menyala. Selagi air sungai ini tidak kering dan mesinnya tidak rusak, listrik akan selalu menyala.

Sekarang mereka sudah tidak perlu menunggu lagi kehadiran listrik masuk desa dari PLN. Sudah hampir lima tahun PLN yang lalu PLN berjanji untuk menerangi desa mereka. Tapi janji itu tidak pernah ditepati. Sekarang mereka sudah tidak peduli lagi dengan janji-janji PLN.

Karena merasakan langsung manfaat air sungai di desa mereka. Beberapa masyarakat di Desa Sukamulya sudah mulai menjaga agar debit air sungai tetap stabil. Tokoh-tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani sudah mengajak anggotanya untuk memperhatikan kondisi hutan dan lingkungan desa. Mereka tidak ingin energy listrik dari pembangkit microhydro ini hilang ataupun rusak. Mereka juga tidak ingin izin kelola yang diberikan oleh pemerintah kepada warga dicabut karena tidak bisa mengelola lahan dan menjaga hutannya.

Desa Pekandangan

Ketika sampai disebuah desa yang lokasinya lumayan jauh dari Kota Metro ini, pemandangan dan hawa yang dirasakan sangat berbeda. Serasa berada di daerah Jawa Barat (di seputaran Halimun), bukan di Lampung. Lampung yang terkesan gersang dan panas. Tapi di desa ini, sangat sejuk, sawah menghampar disekeliling desa. Sumber air melimpah dan mengalir jernih.

Desa Pekandangan berada di hulu sungai, yaitu Way Seputih dan Way Sekampung. Masyarakat Desa Pekandangan hampir seluruhnya adalah para migran dari suku sunda dan jawa. Dulunya masyarakat ini adalah pekerja di sebuah perusahaan kayu. Namun sekarang perusahaan tersebut telah lama berhenti beroperasi.

Uniknya setelah mereka melakukan penebangan dan merambah hutan, sekarang mereka malah berbalik untuk menjaga hutannya. Kondisi kampong sudah hijau dan asri kembali.

Karena sumber airnya melipah dan belum ada akses listrik yang masuk ke kampung mereka, akhirnya mereka mempunyai inisiatif membangun listrik bertenaga air. Dimualai dari sebuah kincir sederhana yang terbuat dari kayu, akhirnya mereka membuat kincir yang permanent dari besi dan plat. Sungguh menarik dan membuat saya kagum atas inisiatif-inisiatif mereka. Kampung mereka tidak gelap lagi disaat malam tiba. Mereka bisa menikmati siaran televisi dan anak-anak belajar tidak lagi dengan sebuah lampu templok ataupun lilin.

Melalui organisasi masyarakat desa, mereka kini bersemangat untuk menjaga keadaan hutan yang ada dikampung mereka. Menjaga sumber air yang ada. Untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa, kini mereka mencoba meningkatkan pembudidayaan tanaman sengon (albasia) yang ada diladang-ladang masing-masing individu.

Desa Cibuluh, Gunung Simpang

Kampung yang lokasinya berada di Cianjur Selatan ini memang sedikit tersembunyi. Saya sendiri baru tahu ternyata di Jawa Barat masih ada sebuah desa yang sangat sulit dijangkau oleh kendaraan. Untuk menuju desa ini dibutuhkan kendaraan double gardan. Jalan yang barbatu dan sempit membuat sulit kendaraan menuju desa. Apalagi disaat saya dan teman-teman dari samdhana institute ingin melakukan kunjungan kesana, selama perjalanan dihari itu selalu hujan. Banyak tanah-tanah longsor disepanjang jalan.

Perjalanan menuju Desa Cibuluh sangat berkesan bagi saya. Baru pertama ini selama di Jawa Barat saya membawa mobil yang kondisi jalannya sedemikian rupa. Berbatu, tikungan yang sangat tajam dan disertai tanjakan-tanjakan yang membuat hati deg-degkan. Selama perjalanan juga banyak turunan yang curam dan kiri kanan jalan jurang. Tambah seru lagi karena perjalanan menuju desa tersebut malam hari. Kami tiba di Desa Cibuluh pada pukul dua dini hari.

Di desa ini saya kembali melihat pembangkit tenaga listrik dari air. Namun beberbeda dengan dua desa yang saya kunjungi seblumnya, di Desa Cibuluh ini mesin pembangkitnya sudah cukup besar yaitu berkapasitas 18000 watt, yang bisa menerangi sekitar 80 rumah dan sarana public seperti masjid dan balai desa. Dengan adanya bantuan hibah dari lembaga donor yang ada di Jakarta sekarang ini pembangkit listrik yang ada di Desa Cibulu sudah dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa.

Cagar Alam Gunung Simpang merupakan kawasan hutan konservasi yang berbatasa langsung dengan Desa Cibuluh. Masyarakat yang ada di desa ini mulai dari yang tua sampai dengan yang muda sudah secara bersama-sama menjaga kondisi hutannya. Disaat saya berkunjung kesana, anak-anak sekolah madrasah yang ada di Desa Cibuluh sedang melakukan penanaman di kawasan hutan desa. Mereka ingin hutan yang ada di desa mereka tetap hijau dan bertambah rimbun. Sebuah lembaga desa yaitu Raksa Bumi menambah semangat dan keyakinan masyarakat untuk menjaga hutan yang ada di desa mereka.

Dengan melihat ketiga desa ini yang sudah memiliki pembangkit listrik tenaga air membuat saya bertambah yakin air adalah sebuah sumberdaya alam yang sangat penting bagi manusia dan tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan manusia di bumi ini. Masyarakat desa seharusnya tidak perlu menggantungkan hidupnya kepada PLN untuk mendapatkan listrik. Ada sebuah solusi yang lebih tepat, efisien, dan ramah lingkunga. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro solusinya.

2 comments:

  1. Aduh... cantik banget pemandangannya... sungainya jernih sekali..
    Emang siy, sebetulnya manusia sangat bisa memanfaatkan salah satu pemberian Tuhan, berupa sumber daya air.. Jadikan 'sahabat', bukan 'musuh', tuh kaya' banjir.. ^_^

    ReplyDelete
  2. perjalanan yang mengesankan dan bermakna, keren sungainya dan airnya jernih banget,,,

    sukses terus ya tulisanmu bang,,,(^_^)

    salam,
    etik

    ReplyDelete